oleh M.Nasir SP
Penyuluh Kehutanan Muda
Penyuluh Kehutanan Muda
DAFTAR
ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................. i
KATA PENGANTAR.........................................................................
ii
DAFTAR ISI ........................................................................................ iii DAFTAR TABEL ................................................................................................................. iv
BAB
I. PENDAHULUAN.................................................................... 1
1.1 Latar Balakang............................................................................ 1
1.2 Tujuan.......................................................................................... 2
BAB
II. TINJAUAN
PUSTAKA........................................................ 3
2.1. Agroforestry.............................................................................. 3
2.2. Klasifikasi
Agroforestry............................................................ 4
2.3. Peranan
Agroforestry................................................................ 6 3.4. Pengembangan
Agroforestry di Indonesia................................................................. 7 .
BAB
III. KEADAAN UMUM WILAYAH........................................ 9
3.1 Keadaan
Fisik Desa..................................................................... 9
3.2 Keadaan
Sumber Daya Manusia................................................. 11
BAB
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................... 10
4.1
Kondisi Agroforestry di desa Pante Karya............................. 12
4.2 Prospek Pengembangan Agro
forestry................................... 13
BAB V. PENUTUP............................................................................... 17
5.1 Kesimpulan............................................................................... 17
5.2 Saran .................................................................................... 18
LAMPIRAN
BAB I
1.1. Latar
Belakang
Penanaman berbagai jenis pohon dengan atau tanpa tanaman semusim pada
sebidang lahan sudah sejak lama dilakukan petani di Indonesia. Contoh semacam
ini dapat kita lihat pada lahan pekarangan disekitar tempat tinggal petani.
semacam ini semakin meluas belakangan ini khususnya didaerah pinggiran hutan
Karena ketersediaan lahan yang semakin terbatas.
Konversi hutan alam menjadi lahan pertanian menimbulkan banyak masalah,
misalnya penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir,
kekeringan dan perubahan lingkungan. Peristiwa ini dipicu oleh upaya pemenuhan
kebutuhan terutama pangan baik secara global yang diakibatkan oleh peningkatan
jumlah penduduk. Ditengah perkembangan itu lahirlah agroforestry, salah satu
cabang ilmu baru dibidang pertanian dan kehutanan yang mencoba menggabungkan
unsur tanaman dan pepohonan.
Dengan pelaksanaan agroforestry ini disamping untuk meningkatkan kelestarian
sumber daya alam juga diharapkan mampu meningkatkan produktivitas lahan untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dari tambahan penanaman tanaman hutan dikawasan hutan maupun di luar kawasan hutan terutama
untuk memenuhi kebutuhan pangan. Banyak lahan-lahan yang semestinya tidak
cocok untuk tanaman pangan juga sering
digunakan untuk menanam tanaman semusim seperti yang sering kita lihat seperti di lereng-lereng pegunungan atau
bukit yang terjal.
Lahan yang semestinya tertutup oleh vegetasi yang berfungsi mengatur tata
air ternyata telah berubah menjadi lahan pertanian atau perladangan. Sebagai
akibatnya akan timbul berbagai masalah antara lain terjadi erosi, sedimentasi
pada bendungan sungai, kekeringan pada musim kemarau dan banjir pada musim
penghujan.
Dengan agroforestry lahan akan
kecil kemungkinannya dari bahaya erosi oleh air hujan dan keadaan tanah akan
tetap lembab yang sekaligus akan meningkatkan fungsi lahan dan tegakan hutan
sebagai sumber produksi dan pengaturan
tata air sehingga akan diperoleh lahan yang lebih baik.
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui gambaran yang mendalam
tentang potensi pengembangan agroforestry di Desa Pante Karya Dalam Kecamatan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen.
1.3. Manfaat
Untuk mendapatkan pengetahuan
dan pengamatan langsung dilapangan tentang
potensi pengembangan agroforestry Desa
Pante Karya Dalam Kecamatan Siblah Krueng, sehingga potensi yang sudah
ada tersebut dapat memungkinkan untuk
dijadikan sebagai pusat Pengembangan agroforestry
yang pertama di Kabupaten Bireuen.
BAB II
TINAJAUAN PUSTAKA
2.1. Agroforestry
Agroforestry
adalah nama bagian dari sistem-sistem dan teknologi penggunaan lahan dimana
pepohonan berumur panjang (termasuk semak, palem, bamboo, kayu dan lain-lain)
serta tanaman pangan dan atau pakan ternak berumur pendek diusahakan pada petak
lahan yang sama dalam suatu pengaturan ruang dan waktu. Dalam sistem-sistem agroforestry
terjadi interaksi ekologi dan ekonomi antar unsur-unsurnya (International Centre for Research in Agroforestry
2000).
Pengkombinasian
pola-pola dalam sistem agroforestry bisa dengan memadukan jenis-jenis tanaman
tertentu secara sederhana (sistem agroforestry sederhana yang biasanya lebih
dikenal dengan sebutasn sistem tumpangsari/taungya) atau memadukan banyak jenis
tanaman seperti pepohonan, perdu, tanaman musiman dasn atau rumput yang dikenal
dengan sebutasn sistem agroforestry kompleks (ICRAF 2000). Nair (1987)
mengemukakan, bahwa kombinasi lain yang diangap sebagai sistem agroforestry
yakni Silvofisheri yaitu kombinasi
antara komponen atau kegiatan kehutanan dengan perikanan serta Alpicuture yaitu budidaya lebah atau
seranggga yang dilakukan dalam kegiatan atau komponen kehutanan.
Sistem agroforestry yang marak dikembangkan di daerah pedesaan sekitar Daerah
Aliran Sungai (DAS), petani mengembangkan potensi lahan di pekarangan untuk
dimamfatkan sebagai kebun campuran/mix
farming yang mengarah kepada sistem agroferistri
kompleks (perpaduan antara tanaman kehutanan, pertanian, ikan dan ternak) yang
diharap mampu meningkatkan ketahanan pangan bagi keluarga petani.
2.2. Klasifikasi Agroforestry
Definisi
agroforestry yang paling umum, tetapi juga sekaligus yang paling mendasar
adalah ditinjau dari komponen yang menyususnnya. Komponen penyusun utama agroforestry
adalah komponen kehutanan, pertanian, dan peternakan. Di tinjau dari komponennya,
Agroforestry dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis :
2.2.1. Agrisilvikultur (Agrisilvikutural Sistem)
Agrisilvikultur
adalah sistem agroforestry yang mengkombinasikan komponan kehutanan (tanaman
berkayu, woody plants) dengan komponen pertanian (tanaman non kayu). Tanaman
berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops) dan tanaman non kayu dari
tanaman semusim (annual crops). Dalam agrisilvikultur, ditanam pohon serbaguna
(lihat lebih detill pada bagian multipurpose tress) atau pohon dalam rangka
fungsi lindung pada lahan-lahan pertanian (multipurpose
trees/srurbs on formland, shelterbelt, windbreaks, atau soil conservation
hedges (Nair, 1989 dan Young, 1989).
Seringkali dijumpai kedua komponen
penyusunnya merupakan tanaman berkayu (misalnya dalam pola pohon peneduh gamal (giricidial sepium) pada perkebunan kakao (theobrama cacao). Sistem ini dapat juga dikatagorikan sebagai agrisilvikultur.
Pohon gamal (jenis kehutanan) secara sengaja ditanam untuk mendukung (pelindung
dan konservasi tanah) tanaman utama Kakao (jenis perkebunan/pertanian). Pohon
peneduh juga dapat memiliki nilai ekonomi tambahan, interaksi yang terjadi
(dalam hal ini bersifat ketergantungan) dapat dilihat dari produksi kakao yang
menurun tanpa kehadiran pohon gamal.
2.2.2. Silvopastura
(Silvopastura Sistem)
Sistem
agroforestry yang meliputi komponen kehutanan (tanaman berkayu) dengan komponen
peternakan (binatang ternak/pasture) disebut sebagai sistem silvopastura. beberapa
contoh silvopastura (Nair, 1998), antara lain pohon atau perdu pada padang pengembalaan (tress and shrubs on pasture), atau
preoduksi terpadu antara ternak dan produk kayu (integratensd Production of anomals and wodd products).
Kedua
komponen dalam silvopastura seringkali tidak dijumpai pada ruang dan waktu yang
sama (missal: penanaman rumput hijauan ternak dibawah tegakan pisnus, atau yang
lebih ekstrim lagi adalah sistem “cut and
carry” pada pola pagar hidup/living fences of folder hedge snd shrubs : atau
pohon pakan serba guna/multipurpose, fodder trees pada lahan pertanian yang
disebut, protein bank. Meskipun demikian, banyak pegiat agroforestry tetap
mengelompoknya dalam silvopastura, karena interaksi aspek konservasi dan
ekonomi (jasa dan produksi) bersifat nyata dan terdapat komponen berkayu pada
manajemen lahan yang sama.
2.2.3.
Agrosilvopastural (Agrosilvopastura Sistem)
Telah
dijelaskan bahwa sistem-sistem agrosilvopastur adalah pengkombinasian komponen
berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus
peternakan/binatang pada unit manajemen lahan yang sama. Tegakan hutan alam
buku merupakan sistem agrosilvopastura, walaupun ketiga komponen pendukungnya
juga bisa dijumpai dalam ekosistem dimaksud. Pengkombinasian dalam agrosilvapostura
dilakukan secara terencana untuk mengoptimalkan fungsi produksi dan jasa
(khusunya komponen berkayu/kehutanan) kepada manusia/masyarakat (to serve people). Tidak tertutup
kemungkinan bahwa kombinasi dimaksud juga didukung oleh permudaan alam dan
satwa liar. Interaksi paling sederhana sebagai contoh, adalah peranan tegakan
bagi penyediaan pakan satwa liar (a.i. buah-buahan untuk berbagai jenis
burung), dan sebaliknya fungsi satwa liar bagi proses penyerbukan atau regerasi
tegakan, serta sumber protein hewani bagi petani pemilik lahan (Nair, 1989 dan Young, 1989).
Terdapat beberapa contoh agrosilvopastura, di Indonesia, baik yang berada
di jawa maupun diluar jawa. Contoh praktek agrosilvopastura yang luas diketahui
adalah berbagai bentuk kebun pekarangan (home-garders),kebun
hutan (forest-gardens), ataupun kebun desa (village-forest-gardens).
2.3. Peranan
Agroforestry
Menurut World Agroforestry Center (2003), hampir
semua alam di Indonesia pada awalnya merupakan hutan alam yang secara berangsur
dialih fungsikan oleh manusia menjadi bentuk penggunaan lahan lain seperti :
pemukiman dan pekarangan, pertanian, kebun dan perkebunan, hutan produksi atau
tanaman industri dan lain-lainnya.
Agroforestry
dapat berperan sebagai :
-
Perluasan lahan pertanian dan pengembalaan
ternak, pada umumnya pembukaan lahan pertanian baru oleh petani kecil atau
tradisional adalah dengan cara tebas baker (tebang dan baker).
-
Pemukiman, seluruh vagetasi di hutan ditebang
hingga lahan lebih terbuka sehingga dapat di bangun beberapa rumah untuk
dipemukiman.
-
Tempat penumpangan air, hutan dijadikan daerah
genangan sebagai akibat dari perbuatan alam atau bendungan, sehingga menjadi
danau atau waduk.
-
Penggalian bahan tambang, hutan ditebang dasn
dibersihkan untuk mengambil bahan tambang yang ada dibawah tanah. Untuk
mengambil bahan tambang itu selain harus membersihkan vegetasi (hutan) juga
harus menyingkirkan lapisan tanah.
2.4. Pengembangan Agroforestry di Indonesia
Agroforestry merupakan salah satu model pertanian berkelanjutan yang
tepat guna, sesuai dengan keadaan petani. Pengembangan pertanian komersial
khususnya tanaman semusim, menuntut terjadinya perubahan sistem produksi secara
total menjadi sistem monokultur dengan masukan energi, modal dan tenaga kerja
yang relatife besar (World Agroforestry Center, 2003).
Peran utama agroforestry bukan saja sebagai penghasil bahan pangan,
melainkan sebagai sumber pemasukan uang dan modal. Misalnya kebun Damar, kebun
Karet dan kayu manis menjadi andalan pemasukan modal terbesar di sumatera. Bahkan
agroforestry seringkali menjadi satu-satunya sumber uang tunai bagi petani. Agroforestry
mampu menyumbang 50%-80% pemasukan dari pertanian di pedasaan melalui produksi
langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan pengumpulan, pemrosesan
dan pemasaran hasil. (World Agroforestry Center, 2003). Di Indonesia istilah agroforestry dikenal dengan istilah wanatani
dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) sistem, yaitu :
2.4.1. Agroforestry sedehana
Agroforestry sedehana merupakan sistem pertanian dimana pepohonan ditanam
secara tumpangsari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan
ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, atau dengan pola
lain dengan jenis yang beragam, bisa yang bernilai ekonomi tinggi (kelapa,
karet, cengkeh) atau bernilai ekonomi rendah (lamtoro,kaliandra). Jenis tanaman
semusim biasanya berkisar pada tanaman pangan seperti padi,
jagung,kacang-kacangan dll.
Bentuk agroforestry sederhana yang paling banyak dijumpai di Jawa adalah
tumpangsari yang dikembangkan dalam program perhutanan social dari PT Perhutani.
Petani diberi izin menanam tanaman pangan diantara pohon-pohon jati muda dan
hasilnya untuk petani, sedangkan pohon jati tetap menjadi milik PT Perhutani.
2.4.2. Agroforestry Komplek
Agroforestry Komplek adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan
banyak jenis pepohonan baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami
pada sebidang lahan yang dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem
yang menyerupai hutan. Didalam sistem ini selain terdapat beraneka jenis pohon,
juga tanaman perdu, liana, tanaman semusim dan rerumputan dalam jumlah banyak.
Ciri utama dalam sistem ini adalah kemampuan fisik dan dinamika didalamnya
mirip dengan ekositem hutan alam sehingga sering diistilahkan dengan agrofores
BAB
III
KEADAAN
UMUM WILAYAH
3.1. Keadaan Fisik Desa Pante
Karya
3.1.1. Letak dan Luas Desa
Wilayah terletak di Desa Pante
Karya Kecamatan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen dan termasuk dalam DAS Krueng
Peusangan dengan Luas Wilayah 1.753 Ha dengan dengan jarak dari kota kecamatan
sekitar 10
km dan 26
km ke Ibukota kabupaten Bireuen dengan batas-batas Wilayah sebagai berikut
:
§
Sebelah utara berbatasan dengan desa Alue Iet
§
Sebelah selatan berbatasan dengan Kab Bener
Meriah
§
Sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Makmur
§
Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan
Peusangan Selatan
3.1.2.
Topografi
Secara Umum Topografi Wilayah di Desa Pante Karya 30% - 60%
berbukit/bergelombang, 15% - 25% curam dengan kondisi jalan berbatu dan jalan
tanah.
Tabel 1. Luas Wilayah dan Topografi
No
|
Gampong
|
Luas
Wilayah
(Ha)
|
Topografi
|
|||
Datar
|
Berombak
|
Bergelombang
|
Berbukit
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
1
|
Pante Karya
|
1.753
|
0-5%
|
6-14%
|
16-20%
|
-
|
Sumber :
Monografi Tahun 2012
3.1.3.
Iklim
Desa
Pante Karya termasuk dalam Regional Iklim Tropis sangat
dipengaruhi oleh 2 musim, yaitu musim
hujan dan musim kemarau. Berdasarkan data curah hujan yang diperoleh, curah
hujan berkisar antara 1000 mm/tahun s/d 3.000 mm/th dengan lama hari hujan
rata-rata 80-150 hh/th.
3.1.4.
Jenis Tanah
Jenis
Tanah di Desa Pante Karya terdiri dari tanah Latosol Kelabu dan Podzolik Merah
Kuning dengan Tekstur Sedang (Lempung) dengan solum 25 - 30 cm
3.1.5. Penggunaan
Lahan
Tabel. II
Daftar Jumlah Jenis penggunaan lahan dalam wilayah Bimbingan Gampong Pante Karya
Tahun 2012
No
|
Jenis Penggunaan
Lahan
|
Luas (Ha)
|
%
|
Keterangan
|
1
|
Sawah
Sawah Tadah Hujan
Sawah Irigasi setegah tehnis
Sawah irigasi tehnis
Sawah irigasi desa
Payau
|
90
|
-
|
|
2
|
Kebun /Ladang
|
25
|
-
|
|
3
|
Kolam air tawar
|
-
|
||
4
|
Alang-alang
|
98
|
-
|
|
5
|
Lahan Terlantar
|
225
|
-
|
|
6
|
Lahan Perkarangan
|
70
|
-
|
|
7
|
Tegalan
|
72
|
-
|
|
8
|
dan lain-lain
|
1147
|
-
|
Sumber : Monografi Tahun 2012
3.2. Keadaan Sumber Daya Manusia
Keadaan Sumber Daya
Manusia di Desa Pante Karya berdasarkan Jumlah
Jiwa, Kepala Keluarga (KK), Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan dan Mata Pencaharian adalah :
Tabel 3. Jumlah Penduduk berdasarkan Jumlah Jiwa, KK dan Jenis Kelamin
NO
|
GAMPONG
|
JIWA
|
KK
|
Laki-Laki
|
Perempuan
|
KET
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
1
|
Pante Karya
|
660
|
153
|
288
|
382
|
Sumber : Monografi Tahun 2012
Tabel 4. Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan
NO
|
GAMPONG
|
JUMLAH PENDIDIKAN (Jiwa)
|
|||||
Buta Huruf
|
SD
|
SLTP
|
SLTA
|
S1
|
Jmlh
|
||
1
|
Pante Karya
|
87
|
90
|
43
|
52
|
7
|
279
|
Sumber : Monografi Tahun 2012
Tabel 4. Jumlah Penduduk
berdasarkan Mata Pencaharian
NO
|
GAMPONG
|
MATA PENCAHARIAN
|
|||||
Petani
(Org)
|
PNS
(Org)
|
Pedagang
(Org)
|
Buruh Tani
(Org)
|
Montir
(Org)
|
Ket
|
||
1
|
2
|
3
|
4
|
6
|
7
|
8
|
10
|
1
|
Pante Karya
|
360
|
2
|
10
|
-
|
-
|
Sumber : Monografi Tahun 2012
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Sistem Agroforestry di
Desa Pante Karya
Beberapa permasalahan dalam pengembangan agroforestry
di Desa Pante Karya Kecamatan Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen, yang dapat diidentifikasikan
saat ini adalah :
4.1.1. Produksi dan Pemasaran
Volume
produksi dan perdagangan Kakao dan Pinang selama ini mengalami fluktuasi yang
sangat tajam dari waktu ke waktu. Beberapa faktor yang terkait dengan masalah
ini antara lain :
a. Fluktuasi potensial-demand pasar luar daerah dan domestik
b. Kendala-kendala kualitas terutama
tentang jenis/varietas yang paling disukai konsumen
c. Tidak ada teknik penanganan
budidaya tanaman Kakao dan Pinang sebelum dan pasca panen
4.1.2. Teknik agroforestry belum
tepat
Sebagian
besar tanaman ditanam penduduk di lahan
pekarangan dan lahan tegalan di sela-sela tanaman lainnya, sehingga total
populasi pohon sangat rapat. Sejumlah
besar tanaman Kakao dan Pinang ditanam pada lokasi yang tingkat kesesuaian
lahannya rendah, terutama dari sudut pandang agroforestry dan ketinggian
tempat.
4.1.3. Penerapan Sistem Agrisilvikultur
Penerapan
Sistem agrisilvikultur di Pante Karya sudah diterapkan sejak beberapa tahun terakhir.
Pengembangan tanaman Kakao dan Tanaman Pinang tiga strata pada lahan tegalan
atau perkebunan sudah mampu meyakinkan
masyarakat karena tanaman Kakao dan Pinang yang diusahakan secara komersial
cukup layak baik ditinjau dari aspek finansial/ ekonomi, lingkungan, maupun
sosio-teknologi.
4.1.4. Modal Usaha besar
Biaya
investasi untuk pengusahaan Kakao dan Pinang cukup besar dan sulit terjangkau
oleh masyarakat/petani apabila dilakukan secara komersial (kebun monokultur).
4.2. Prospek
Pengembangan Agroforestry
Jenis
Komoditi unggulan saat ini dalam wilayah
Kabupaten Bireuen adalah Kakao dan Pinang. Keberhasilan pengembangan Kakao dan
Pinang di Desa Pante Karya Kecamatan Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen menghadapi beberapa kendala dan tantangan, yaitu:
4.2.1. Penyediaan bahan pangan bergizi
Pengembangan
tanaman Kakao dan Pinang haruslah diarahkan pada lahan lembab kritis
(pekarangan, tegalan, kebun campuran, dan hutan rakyat). Arah kebijakan ini
dipertegas oleh Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat di Desa Pante
Karya Kecamatan Peusangan
Siblah Krueng Kabupaten Bireuen, yaitu menanam
tanaman Kakao, Pinang dan Jati Emas pada
setiap jengkal lahan kritis yang kosong dengan
sistem agroforestry.
4.2.2. Pengelolaan lahan kritis
Lahan-lahan
lembab dan kritis di wilayah Kabupaten Bireuen sampai saat ini masih terus
memerlukan penanganan yang lebih serius, terutama yang berada di kawasan lahan
masyarakat dan kawasan hutan di sekitarnya. Kenyataan ini mendorong adanya
kebijakan khusus untuk menggerakkan program penghijauan yang ekonomis. Jenis
tanaman yang dianjurkan adalah Kakao dan Pinang berdampingan dengan Jati Emas
dan tanaman sela jagung/ubikayu/kacang-kacangan, karena tanaman ini disamping
untuk tujuan penghijauan sekaligus dapat meningkatkan pendapatan masyarakat .
4.2.3. Respon petani
Respon
petani untuk menanam Kakao dan Pinang pada lahan lembab (pekarangan, tegalan,
kebun, dan lahan-lahan terlantar) cukup besar. Untuk lebih membantu respon
penduduk ini diperlukan adanya Kawasan Pengembangan Agroforestry.
4.2.4. Intensifikasi penggunaan lahan
Intensitas
penggunaan lahan masih sangat rendah yakni satu kali setahun (tanam yang ke dua
kadang-kadang berhasil dipanen dan kadang-kadang gagal dipanen karena mengalami
kekeringan dan serangan hama). Pada musim kemarau lahan-lahan seperti ini
praktis tidak menghasilkan produk, sehingga lazimnya dikategorikan sebagai
lahan tidur "Sleeping
Land". Dengan demikian penanaman
Kakao dan Pinang serta Jati Emas diharapkan dapat meningkatkan intensitas
produktivitasnya.
4.2.5. Peningkatan pendapatan petani
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tanaman Kakao dan Pinang memberikan peningkatan pendapatan
keluarga. Kenyataan ini menunjukkan bahwa apabila pengembangan Kakao dan Pinang
diarahkan pada lahan-lahan petani tersebut diharakan dapat meningkatkan
pendapatan petani.
4.2.6. Kesesuaian Lahan untuk Pola Agroforestry
a. Kondisi Iklim
Temperatur bekisar 15ºC-40ºC dan
kisaran optimumnya adalah 22ºC-28ºC dengan curah hujan berkisar antara 650-1300
mm/tahun dengan bulan kering mencapai 6 bulan (World Agroforestry Center,
2003)
b. Tanah
Dapat tumbuh pada berbagai tipe
tanah, kedalaman (>50 cm), konsistensi gembur (lembab), permeabilitas
sedang, drainase baik, tingkat kesuburan sedang, tekstur lempung dan lempung
berdebu, pH tanah berkisar 4.5-8.2, dan kisaran optimum pH 5.5-7.8
c. Hasil Panen
Berdasarkan hasil penelitian,
produktifitas Kakao dan Pinang komersial dapat mencapai 14-18 ton/ha atau
38-220 kg /pohon. Kebun Kakao dan Pinang jenis unggul dapat menghasilkan hingga
14-18 ton/ha atau 271-620 kg/pohon.
4.2.6. Keragaman pola Agroforestry Kakao dan Pinang
Tanaman Kakao dan Pinang pada
umumnya diusahakan di lahan pekarangan secara dan tegalan. Tanaman Kakao dan
Pinang di lahan tegalan dan pekarangan penduduk tidak mendapatkan perawatan
dan pemeliharaan secara memadai, pemupukan dilakukan seadanya serta pemangkasan Kakao tidak dilakukan.
Estimasi tentang persentase luas dan pengusahaan
Kakao dan Pinang berdasarkan sistim usaha tani seperti dalam tabel berikut ini.
Tabel 6. Estimasi
Persentase Usahatani Tanaman Kakao dan Pinang Berdasarkan Sistem
Pengusahaannya
No
|
Sistim
Usaha Tani
|
%
luasan
|
1.
|
Kakao dan Pinang diusahakan
pada lahan pekarangan dan ruang public
|
40 - 50
|
2.
|
Kakao dan Pinang diusahakan pada lahan penghijauan, tegalan dan tumpangsari dengan tanaman
pangan
|
30 - 40
|
3.
|
Kakao dan Pinang diusahakan
pada lahan tegalan secara monokultur
|
± 5
|
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dengan pelaksanaan agroforestry
ini disamping untuk meningkatkan kelestarian sumber daya alam juga diharapkan
mampu meningkatkan produktivitas lahan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat dari tambahan penanaman
tanaman hutan dikawasan hutan
maupun di luar kawasan hutan terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan. Banyak
lahan-lahan yang semestinya tidak cocok
untuk tanaman pangan juga sering digunakan untuk menanam tanaman semusim
seperti yang sering kita lihat seperti
di lereng-lereng pegunungan atau bukit yang terjal.
Peran utama agroforestry bukan saja
sebagai penghasil bahan pangan, melainkan sebagai sumber pemasukan uang dan
modal. Misalnya kebun Sawit, kebun Karet dan Sengon menjadi andalan pemasukan
modal terbesar di Kabupaten Bireuen. Bahlan agroforestry seringkali menjadi
satu-satunya sumber uang tunai bagi petani. agroforestry mampu menyumbang
50%-80% pemasukan dari pertanian di pedesaan melalui produksi langsung maupun
tidak langsung yang berhubungan dengan pengumpulan, pemrosesan dan pemasaran
hasil.
Penerapan
Sistem agroforestry di Pante Karya sudah diterapkan sejak beberapa tahun terakhir.
Pengembangan tanaman Kakao dan Tanaman Pinang tiga strata pada lahan tegalan
atau perkebunan sudah mampu meyakinkan
masyarakat karena tanaman Kakao dan Pinang yang diusahakan secara komersial
cukup layak baik ditinjau dari aspek finansial/ ekonomi, lingkungan, maupun
sosio-teknologi.
5.2. Saran
Untuk
meningkatkan pengetahuan tentang penggunaan sistem agroforestry di Desa Pante
Karya Kecamatan Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen perlu dilakukan Pelatihan
Teknis agroforestry oleh Instansi Pemerintah maupun Dinas Teknis lainnya. Untuk
meningkatkan perekonomian masyarakat setempat perlu dukungan dara Badan Usaha,
Koperasi, Pemda maupun pihak Bank.
0 Komentar untuk "Makalah Penerapan sistem agroforestri di gampong Pante Karya Kec Peusangan Siblah Krueng"