Makalah Penerapan sistem agroforestri di gampong Pante Karya Kec Peusangan Siblah Krueng

oleh M.Nasir SP
Penyuluh Kehutanan Muda
DAFTAR ISI
 
                   Halaman
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................. i
KATA PENGANTAR.........................................................................                  ii
DAFTAR ISI ........................................................................................                   iii   DAFTAR TABEL                    .................................................................................................................     iv     

BAB I. PENDAHULUAN....................................................................                    1     
1.1  Latar Balakang............................................................................                   1
1.2  Tujuan..........................................................................................                  2


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................                  3
2.1.  Agroforestry..............................................................................                  3
2.2.  Klasifikasi Agroforestry............................................................                  4
2.3Peranan Agroforestry................................................................                  6             3.4Pengembangan Agroforestry di Indonesia.................................................................                  .  

BAB III. KEADAAN UMUM WILAYAH........................................                  9
3.1 Keadaan Fisik Desa.....................................................................                  9
3.2 Keadaan Sumber Daya Manusia.................................................                  11

BAB IV.   HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................                  10
      4.1 Kondisi Agroforestry di desa Pante Karya.............................                   12
      4.2 Prospek Pengembangan Agro forestry...................................                   13

BAB V. PENUTUP...............................................................................                  17
       5.1 Kesimpulan...............................................................................                  17
       5.2 Saran     ....................................................................................                  18 

LAMPIRAN






BAB I
PENDAHULUAN





1.1.   Latar Belakang
Penanaman berbagai jenis pohon dengan atau tanpa tanaman semusim pada sebidang lahan sudah sejak lama dilakukan petani di Indonesia. Contoh semacam ini dapat kita lihat pada lahan pekarangan disekitar tempat tinggal petani. semacam ini semakin meluas belakangan ini khususnya didaerah pinggiran hutan Karena ketersediaan lahan yang semakin terbatas.
Konversi hutan alam menjadi lahan pertanian menimbulkan banyak masalah, misalnya penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan perubahan lingkungan. Peristiwa ini dipicu oleh upaya pemenuhan kebutuhan terutama pangan baik secara global yang diakibatkan oleh peningkatan jumlah penduduk. Ditengah perkembangan itu lahirlah agroforestry, salah satu cabang ilmu baru dibidang pertanian dan kehutanan yang mencoba menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan.
Dengan pelaksanaan agroforestry ini disamping untuk meningkatkan kelestarian sumber daya alam juga diharapkan mampu meningkatkan produktivitas lahan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dari tambahan penanaman  tanaman hutan dikawasan  hutan maupun di luar kawasan hutan terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan. Banyak lahan-lahan yang semestinya tidak cocok  untuk tanaman pangan juga sering digunakan untuk menanam tanaman semusim seperti yang sering kita lihat  seperti di lereng-lereng pegunungan atau bukit yang terjal.
Lahan yang semestinya tertutup oleh vegetasi yang berfungsi mengatur tata air ternyata telah berubah menjadi lahan pertanian atau perladangan. Sebagai akibatnya akan timbul berbagai masalah antara lain terjadi erosi, sedimentasi pada bendungan sungai, kekeringan pada musim kemarau dan banjir pada musim penghujan.
Dengan agroforestry  lahan akan kecil kemungkinannya dari bahaya erosi oleh air hujan dan keadaan tanah akan tetap lembab yang sekaligus akan meningkatkan fungsi lahan dan tegakan hutan sebagai sumber produksi dan pengaturan  tata air sehingga akan diperoleh lahan yang lebih baik.
1.2.   Tujuan
     Untuk mengetahui gambaran yang mendalam tentang potensi pengembangan agroforestry di Desa Pante Karya  Dalam Kecamatan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen.
1.3.   Manfaat
          Untuk mendapatkan pengetahuan dan pengamatan langsung  dilapangan tentang potensi pengembangan agroforestry Desa Pante Karya  Dalam Kecamatan Siblah Krueng, sehingga potensi yang sudah ada tersebut  dapat memungkinkan untuk dijadikan sebagai pusat Pengembangan  agroforestry yang pertama di  Kabupaten Bireuen.


BAB II
TINAJAUAN PUSTAKA

2.1.   Agroforestry
            Agroforestry adalah nama bagian dari sistem-sistem dan teknologi penggunaan lahan dimana pepohonan berumur panjang (termasuk semak, palem, bamboo, kayu dan lain-lain) serta tanaman pangan dan atau pakan ternak berumur pendek diusahakan pada petak lahan yang sama dalam suatu pengaturan ruang dan waktu. Dalam sistem-sistem agroforestry terjadi interaksi ekologi dan ekonomi antar unsur-unsurnya (International Centre for Research in Agroforestry 2000).
            Pengkombinasian pola-pola dalam sistem agroforestry bisa dengan memadukan jenis-jenis tanaman tertentu secara sederhana (sistem agroforestry sederhana yang biasanya lebih dikenal dengan sebutasn sistem tumpangsari/taungya) atau memadukan banyak jenis tanaman seperti pepohonan, perdu, tanaman musiman dasn atau rumput yang dikenal dengan sebutasn sistem agroforestry kompleks (ICRAF 2000). Nair (1987) mengemukakan, bahwa kombinasi lain yang diangap sebagai sistem agroforestry yakni Silvofisheri yaitu kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dengan perikanan serta Alpicuture yaitu budidaya lebah atau seranggga yang dilakukan dalam kegiatan atau komponen kehutanan.
Sistem agroforestry yang marak dikembangkan di daerah pedesaan sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS), petani mengembangkan potensi lahan di pekarangan untuk dimamfatkan sebagai kebun campuran/mix farming  yang mengarah kepada sistem agroferistri kompleks (perpaduan antara tanaman kehutanan, pertanian, ikan dan ternak) yang diharap mampu meningkatkan ketahanan pangan bagi keluarga petani.
 2.2.     Klasifikasi Agroforestry
            Definisi agroforestry yang paling umum, tetapi juga sekaligus yang paling mendasar adalah ditinjau dari komponen yang menyususnnya. Komponen penyusun utama agroforestry adalah komponen kehutanan, pertanian, dan peternakan. Di tinjau dari komponennya, Agroforestry dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis :
2.2.1.   Agrisilvikultur  (Agrisilvikutural Sistem)
            Agrisilvikultur adalah sistem agroforestry yang mengkombinasikan komponan kehutanan (tanaman berkayu, woody plants) dengan komponen pertanian (tanaman non kayu). Tanaman berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops) dan tanaman non kayu dari tanaman semusim (annual crops). Dalam agrisilvikultur, ditanam pohon serbaguna (lihat lebih detill pada bagian multipurpose tress) atau pohon dalam rangka fungsi lindung pada lahan-lahan pertanian (multipurpose trees/srurbs on formland, shelterbelt, windbreaks, atau soil conservation hedges (Nair, 1989 dan Young, 1989).
            Seringkali dijumpai kedua komponen penyusunnya merupakan tanaman berkayu (misalnya dalam pola pohon peneduh gamal (giricidial sepium) pada perkebunan kakao (theobrama cacao). Sistem ini dapat juga dikatagorikan sebagai agrisilvikultur. Pohon gamal (jenis kehutanan) secara sengaja ditanam untuk mendukung (pelindung dan konservasi tanah) tanaman utama Kakao (jenis perkebunan/pertanian). Pohon peneduh juga dapat memiliki nilai ekonomi tambahan, interaksi yang terjadi (dalam hal ini bersifat ketergantungan) dapat dilihat dari produksi kakao yang menurun tanpa kehadiran pohon gamal.
2.2.2.   Silvopastura (Silvopastura Sistem)
            Sistem agroforestry yang meliputi komponen kehutanan (tanaman berkayu) dengan komponen peternakan (binatang ternak/pasture) disebut sebagai sistem silvopastura. beberapa contoh silvopastura (Nair, 1998), antara lain  pohon atau perdu pada padang pengembalaan (tress and shrubs on pasture), atau preoduksi terpadu antara ternak dan produk kayu (integratensd Production of anomals and wodd products).
            Kedua komponen dalam silvopastura seringkali tidak dijumpai pada ruang dan waktu yang sama (missal: penanaman rumput hijauan ternak dibawah tegakan pisnus, atau yang lebih ekstrim lagi adalah sistem “cut and carry”  pada pola pagar hidup/living fences of folder hedge snd shrubs : atau pohon pakan serba guna/multipurpose, fodder trees pada lahan pertanian yang disebut, protein bank. Meskipun demikian, banyak pegiat agroforestry tetap mengelompoknya dalam silvopastura, karena interaksi aspek konservasi dan ekonomi (jasa dan produksi) bersifat nyata dan terdapat komponen berkayu pada manajemen lahan yang sama.
2.2.3.   Agrosilvopastural (Agrosilvopastura Sistem)
            Telah dijelaskan bahwa sistem-sistem agrosilvopastur adalah pengkombinasian komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan/binatang pada unit manajemen lahan yang sama. Tegakan hutan alam buku merupakan sistem agrosilvopastura, walaupun ketiga komponen pendukungnya juga bisa dijumpai dalam ekosistem dimaksud. Pengkombinasian dalam agrosilvapostura dilakukan secara terencana untuk mengoptimalkan fungsi produksi dan jasa (khusunya komponen berkayu/kehutanan) kepada manusia/masyarakat (to serve people). Tidak tertutup kemungkinan bahwa kombinasi dimaksud juga didukung oleh permudaan alam dan satwa liar. Interaksi paling sederhana sebagai contoh, adalah peranan tegakan bagi penyediaan pakan satwa liar (a.i. buah-buahan untuk berbagai jenis burung), dan sebaliknya fungsi satwa liar bagi proses penyerbukan atau regerasi tegakan, serta sumber protein hewani bagi petani pemilik lahan (Nair, 1989  dan Young, 1989).
Terdapat beberapa contoh agrosilvopastura, di Indonesia, baik yang berada di jawa maupun diluar jawa. Contoh praktek agrosilvopastura yang luas diketahui adalah berbagai bentuk kebun pekarangan (home-garders),kebun hutan (forest-gardens), ataupun kebun desa (village-forest-gardens).
2.3.   Peranan Agroforestry
            Menurut World Agroforestry Center (2003), hampir semua alam di Indonesia pada awalnya merupakan hutan alam yang secara berangsur dialih fungsikan oleh manusia menjadi bentuk penggunaan lahan lain seperti : pemukiman dan pekarangan, pertanian, kebun dan perkebunan, hutan produksi atau tanaman industri dan lain-lainnya.
Agroforestry dapat berperan sebagai :
-        Perluasan lahan pertanian dan pengembalaan ternak, pada umumnya pembukaan lahan pertanian baru oleh petani kecil atau tradisional adalah dengan cara tebas baker (tebang dan baker).
-        Pemukiman, seluruh vagetasi di hutan ditebang hingga lahan lebih terbuka sehingga dapat di bangun beberapa rumah untuk dipemukiman.
-        Tempat penumpangan air, hutan dijadikan daerah genangan sebagai akibat dari perbuatan alam atau bendungan, sehingga menjadi danau atau waduk.
-        Penggalian bahan tambang, hutan ditebang dasn dibersihkan untuk mengambil bahan tambang yang ada dibawah tanah. Untuk mengambil bahan tambang itu selain harus membersihkan vegetasi (hutan) juga harus menyingkirkan lapisan tanah.
2.4. Pengembangan Agroforestry di Indonesia
Agroforestry merupakan salah satu model pertanian berkelanjutan yang tepat guna, sesuai dengan keadaan petani. Pengembangan pertanian komersial khususnya tanaman semusim, menuntut terjadinya perubahan sistem produksi secara total menjadi sistem monokultur dengan masukan energi, modal dan tenaga kerja yang relatife besar (World Agroforestry Center, 2003).
Peran utama agroforestry bukan saja sebagai penghasil bahan pangan, melainkan sebagai sumber pemasukan uang dan modal. Misalnya kebun Damar, kebun Karet dan kayu manis menjadi andalan pemasukan modal terbesar di sumatera. Bahkan agroforestry seringkali menjadi satu-satunya sumber uang tunai bagi petani. Agroforestry mampu menyumbang 50%-80% pemasukan dari pertanian di pedasaan melalui produksi langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan pengumpulan, pemrosesan dan pemasaran hasil. (World Agroforestry Center, 2003). Di Indonesia istilah agroforestry dikenal dengan istilah wanatani dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) sistem, yaitu :
2.4.1. Agroforestry sedehana
Agroforestry sedehana merupakan sistem pertanian dimana pepohonan ditanam secara tumpangsari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, atau dengan pola lain dengan jenis yang beragam, bisa yang bernilai ekonomi tinggi (kelapa, karet, cengkeh) atau bernilai ekonomi rendah (lamtoro,kaliandra). Jenis tanaman semusim biasanya berkisar pada tanaman pangan seperti padi, jagung,kacang-kacangan dll.
Bentuk agroforestry sederhana yang paling banyak dijumpai di Jawa adalah tumpangsari yang dikembangkan dalam program perhutanan social dari PT Perhutani. Petani diberi izin menanam tanaman pangan diantara pohon-pohon jati muda dan hasilnya untuk petani, sedangkan pohon jati tetap menjadi milik PT Perhutani.
2.4.2. Agroforestry Komplek
Agroforestry Komplek adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis pepohonan baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan yang dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem yang menyerupai hutan. Didalam sistem ini selain terdapat beraneka jenis pohon, juga tanaman perdu, liana, tanaman semusim dan rerumputan dalam jumlah banyak. Ciri utama dalam sistem ini adalah kemampuan fisik dan dinamika didalamnya mirip dengan ekositem hutan alam sehingga sering diistilahkan dengan agrofores


BAB III
KEADAAN UMUM WILAYAH

3.1. Keadaan Fisik Desa Pante Karya
3.1.1. Letak dan Luas Desa
Wilayah terletak di Desa Pante Karya Kecamatan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen dan termasuk dalam DAS Krueng Peusangan dengan Luas Wilayah 1.753 Ha  dengan dengan jarak dari kota kecamatan sekitar 10 km dan 26 km ke Ibukota kabupaten Bireuen dengan batas-batas Wilayah sebagai  berikut :               
§  Sebelah utara berbatasan dengan desa Alue Iet
§  Sebelah selatan berbatasan dengan Kab Bener Meriah
§  Sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Makmur
§  Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Peusangan Selatan
3.1.2.  Topografi
Secara Umum Topografi Wilayah di Desa Pante Karya  30% - 60% berbukit/bergelombang, 15% - 25% curam dengan kondisi jalan berbatu dan jalan tanah.
Tabel 1. Luas Wilayah dan Topografi

No

Gampong

Luas Wilayah
(Ha)
Topografi
Datar
Berombak
Bergelombang
Berbukit
1
2
3
4
5
6
7
1
Pante Karya
1.753
0-5%
6-14%
16-20%
-
Sumber : Monografi Tahun 2012


3.1.3.  Iklim
            Desa Pante Karya  termasuk dalam Regional Iklim Tropis sangat dipengaruhi oleh 2 musim, yaitu  musim hujan dan musim kemarau. Berdasarkan data curah hujan yang diperoleh, curah hujan berkisar antara 1000 mm/tahun s/d 3.000 mm/th dengan lama hari hujan rata-rata 80-150 hh/th.
3.1.4.  Jenis Tanah
            Jenis Tanah di Desa Pante Karya  terdiri dari  tanah Latosol Kelabu dan Podzolik Merah Kuning dengan Tekstur Sedang (Lempung) dengan solum 25 - 30 cm
3.1.5.   Penggunaan Lahan
Tabel. II
Daftar  Jumlah Jenis penggunaan lahan  dalam wilayah Bimbingan Gampong Pante Karya Tahun 2012
No
Jenis Penggunaan Lahan
Luas (Ha)
%
Keterangan
1
Sawah
Sawah Tadah Hujan
Sawah Irigasi setegah tehnis
Sawah irigasi tehnis
Sawah irigasi desa
Payau

90
-

2
Kebun /Ladang
25
-

3
Kolam air tawar
-


4
Alang-alang
98
-

5
Lahan Terlantar
225
-

6
Lahan Perkarangan
70
-

7
Tegalan
72
-

8
dan lain-lain
1147
-

Sumber : Monografi Tahun 2012




3.2. Keadaan Sumber Daya Manusia
Keadaan Sumber Daya Manusia di Desa Pante Karya berdasarkan Jumlah Jiwa, Kepala Keluarga (KK), Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan dan Mata Pencaharian adalah :
Tabel 3. Jumlah Penduduk berdasarkan Jumlah Jiwa, KK dan Jenis Kelamin
NO
GAMPONG
JIWA
KK
Laki-Laki
Perempuan
KET
1
2
3
4
5
6
7
1
Pante Karya
660
153
288
382

Sumber : Monografi Tahun 2012
Tabel 4. Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan
NO
GAMPONG
JUMLAH PENDIDIKAN (Jiwa)
Buta Huruf
SD
SLTP
SLTA
S1
Jmlh
1
Pante Karya
87
90
43
52
7
279
Sumber : Monografi Tahun 2012
Tabel 4. Jumlah Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian
NO
GAMPONG
MATA PENCAHARIAN
Petani
(Org)
PNS
(Org)
Pedagang
(Org)
Buruh Tani
(Org)
Montir
(Org)
Ket
1
2
3
4
6
7
8
10
1
Pante Karya
360
2
10
-
-

Sumber : Monografi Tahun 2012



                  
BAB  IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.   Kondisi Sistem Agroforestry di Desa Pante Karya
          Beberapa permasalahan dalam pengembangan agroforestry di Desa Pante Karya Kecamatan Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen, yang dapat diidentifikasikan saat ini adalah :
4.1.1.   Produksi dan Pemasaran
            Volume produksi dan perdagangan Kakao dan Pinang selama ini mengalami fluktuasi yang sangat tajam dari waktu ke waktu. Beberapa faktor yang terkait dengan masalah ini antara lain :
a. Fluktuasi potensial-demand  pasar luar daerah dan domestik
b. Kendala-kendala kualitas terutama tentang  jenis/varietas yang paling disukai  konsumen
c. Tidak ada teknik penanganan budidaya tanaman Kakao dan Pinang sebelum dan pasca panen
4.1.2.   Teknik agroforestry belum tepat
            Sebagian besar tanaman  ditanam penduduk di lahan pekarangan dan lahan tegalan di sela-sela tanaman lainnya, sehingga total populasi pohon sangat rapat.  Sejumlah besar tanaman Kakao dan Pinang ditanam pada lokasi yang tingkat kesesuaian lahannya rendah, terutama dari sudut pandang agroforestry dan ketinggian tempat.

4.1.3. Penerapan Sistem Agrisilvikultur
            Penerapan Sistem agrisilvikultur di Pante Karya sudah diterapkan sejak beberapa tahun terakhir. Pengemban­gan tanaman Kakao dan Tanaman Pinang tiga strata pada lahan tegalan atau  perkebunan sudah mampu meyakinkan masyarakat karena tanaman Kakao dan Pinang yang diusa­hakan secara komersial cukup layak baik ditinjau dari aspek finansial/ ekonomi, lingkungan, maupun sosio-teknologi.
4.1.4.   Modal Usaha besar
               Biaya investasi untuk pengusahaan Kakao dan Pinang cukup besar dan sulit terjangkau oleh masyarakat/petani apabila dilakukan secara komersial (kebun monokultur).
4.2.   Prospek Pengembangan Agroforestry
               Jenis Komoditi unggulan  saat ini dalam wilayah Kabupaten Bireuen adalah Kakao dan Pinang. Keberhasilan pengembangan Kakao dan Pinang di Desa Pante Karya Kecamatan Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen menghada­pi beberapa kendala dan tantangan, yaitu:
4.2.1. Penyediaan bahan pangan bergizi
            Pengembangan tanaman Kakao dan Pinang haruslah diarahkan pada lahan lembab kritis (pekarangan, tegalan, kebun campuran, dan hutan rakyat). Arah kebijakan ini dipertegas oleh Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat di Desa Pante Karya Kecamatan Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen, yaitu menanam tanaman Kakao, Pinang dan Jati Emas  pada setiap jengkal lahan kritis yang kosong dengan  sistem agroforestry.

4.2.2. Pengelolaan lahan kritis
               Lahan-lahan lembab dan kritis di wilayah Kabupaten Bireuen sampai saat ini masih terus memerlukan penanganan yang lebih serius, terutama yang berada di kawasan lahan masyarakat dan kawasan hutan di sekitarnya. Kenyataan ini mendor­ong adanya kebijakan khusus untuk menggerakkan program penghijauan yang ekonomis. Jenis tanaman yang dianjurkan adalah Kakao dan Pinang berdampingan dengan Jati Emas dan tanaman sela jagung/ubikayu/kacang-kacangan, karena tanaman ini disamping untuk tujuan penghijauan sekaligus dapat meningkatkan pendapatan masyara­kat .
4.2.3. Respon petani
               Respon petani untuk menanam Kakao dan Pinang pada lahan lembab (pekarangan, tegalan, ke­bun, dan lahan-lahan terlantar) cukup besar. Untuk lebih membantu respon penduduk ini diperlukan adanya Kawasan Pengembangan Agroforestry. 
4.2.4. Intensifikasi penggunaan lahan
               Intensitas penggunaan lahan masih sangat rendah yakni satu kali setahun (tanam yang ke dua kadang-kadang berhasil dipanen dan kadang-kadang gagal dipanen karena mengalami kekeringan dan serangan hama). Pada musim kemarau lahan-lahan seperti ini praktis tidak menghasilkan produk, sehingga lazimnya dikategorikan sebagai lahan  tidur "Sleeping Land".  Dengan demi­kian penanaman Kakao dan Pinang serta Jati Emas diharapkan dapat meningkatkan intensitas produktivitasnya.

4.2.5. Peningkatan pendapatan petani            
               Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman Kakao dan Pinang memberikan peningkatan pendapatan keluarga. Kenyataan ini menunjukkan bahwa apabila pengembangan Kakao dan Pinang diarahkan pada lahan-lahan petani tersebut diharakan dapat meningkatkan pendapatan petani.
4.2.6. Kesesuaian Lahan untuk Pola Agroforestry                                  
a. Kondisi Iklim
     Temperatur bekisar 15ºC-40ºC dan kisaran optimumnya adalah 22ºC-28ºC dengan curah hujan berkisar antara 650-1300 mm/tahun dengan bulan kering mencapai      6 bulan (World Agroforestry Center, 2003)
b. Tanah
     Dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah, kedalaman (>50 cm), konsistensi gembur (lembab), permeabilitas sedang, drainase baik, tingkat kesuburan sedang, tekstur lempung dan lempung berdebu, pH tanah berkisar 4.5-8.2, dan kisaran optimum   pH 5.5-7.8
c. Hasil Panen
     Berdasarkan hasil penelitian, produktifitas Kakao dan Pinang komersial dapat mencapai 14-18 ton/ha atau 38-220 kg /pohon. Kebun Kakao dan Pinang jenis unggul dapat menghasilkan hingga 14-18 ton/ha atau 271-620 kg/pohon.
4.2.6. Keragaman pola Agroforestry Kakao dan Pinang
            Tanaman Kakao dan Pinang pada umumnya diusahakan di lahan pekaran­gan secara dan tegalan. Tanaman Kakao dan Pinang di lahan tegalan dan pekarangan penduduk tidak menda­patkan perawatan dan pemeliharaan secara memadai, pemupukan dilakukan seadanya  serta pemangkasan Kakao tidak dilakukan.
     Estimasi tentang persentase luas dan pengu­sahaan Kakao dan Pinang berdasarkan sistim usaha tani seperti  dalam tabel berikut ini.
Tabel 6. Estimasi Persentase Usahatani Tanaman Kakao dan Pinang Berdasarkan Sistem Pengusahaannya 
No
Sistim Usaha Tani
% luasan
1.
Kakao dan Pinang diusahakan pada lahan  pekarangan  dan ruang public

40 - 50
2.
Kakao dan Pinang diusahakan pada lahan penghijauan, tegalan dan tumpangsari dengan tanaman pangan 

30 - 40
3.
Kakao dan Pinang diusahakan pada lahan tegalan secara monokultur           

± 5












BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Dengan pelaksanaan  agroforestry ini disamping untuk meningkatkan kelestarian sumber daya alam juga diharapkan mampu meningkatkan produktivitas lahan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dari tambahan penanaman  tanaman hutan dikawasan  hutan maupun di luar kawasan hutan terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan. Banyak lahan-lahan yang semestinya tidak cocok  untuk tanaman pangan juga sering digunakan untuk menanam tanaman semusim seperti yang sering kita lihat  seperti di lereng-lereng pegunungan atau bukit yang terjal.
     Peran utama agroforestry bukan saja sebagai penghasil bahan pangan, melainkan sebagai sumber pemasukan uang dan modal. Misalnya kebun Sawit, kebun Karet dan Sengon menjadi andalan pemasukan modal terbesar di Kabupaten Bireuen. Bahlan agroforestry seringkali menjadi satu-satunya sumber uang tunai bagi petani. agroforestry mampu menyumbang 50%-80% pemasukan dari pertanian di pedesaan melalui produksi langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan pengumpulan, pemrosesan dan pemasaran hasil.
            Penerapan Sistem agroforestry di Pante Karya sudah diterapkan sejak beberapa tahun terakhir. Pengemban­gan tanaman Kakao dan Tanaman Pinang tiga strata pada lahan tegalan atau  perkebunan sudah mampu meyakinkan masyarakat karena tanaman Kakao dan Pinang yang diusa­hakan secara komersial cukup layak baik ditinjau dari aspek finansial/ ekonomi, lingkungan, maupun sosio-teknologi.
5.2. Saran
         Untuk meningkatkan pengetahuan tentang penggunaan sistem agroforestry di Desa Pante Karya Kecamatan Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen perlu dilakukan Pelatihan Teknis agroforestry oleh Instansi Pemerintah maupun Dinas Teknis lainnya. Untuk meningkatkan perekonomian masyarakat setempat perlu dukungan dara Badan Usaha, Koperasi, Pemda maupun pihak Bank.


Share :

Facebook Twitter Google+
0 Komentar untuk "Makalah Penerapan sistem agroforestri di gampong Pante Karya Kec Peusangan Siblah Krueng"

Back To Top