Pemamfaatan Potensi Hasil Hutan

makalah


POTENSI HASIL HUTAN DAN UPAYA PEMANFAATANNYA



oleh
Muhammad Nasir SP


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah pemilik alam semesta yang maha pengasih lagi maha penyayang. Atas segala rahmat dan inayahnya serta Salam dan shalawat senantiasa terkirim kepada baginda yang mulia Muhammad SAW sebagai panutan dan tauladan bagi ummatnya. Salam pula kepada para sahabatnya yang mulia dan ahlul baitnya yang suci dan disucikan.
Penulis menyadari makalah ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bimbingan, dorongan, dan bantuan dari beberapa pihak baik dalam bentuk materi maupun non materi. Dan dalam penulisan makalah ini penulis senantiasa dihadapkan berbagai kesulitan dan hambatan. Oleh karena itu, perkenangkanlah penulis mengucapkan banyak terima kasih
Akhir kata, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah pengantar ilmu kehutanan, masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, sangat diharapkan setiap saran dan kritikan yang sifatnya membangun untuk penyempurnaan makalah ini sehingga dapat bermanfaat bagi peningkatan pengetahuan dan pengembangan pendidikan terutama dibidang penyuluh  kehutanan.




Bireuen,  14 September  2016 
                                                                                                                            Penulis 
BAB I
PENDAHULUAN

            Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.
            Hutan merupakan suatu kumpulan tetumbuhan, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas.pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas.
            Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada di hutan hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembab, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan.
            Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan. Sebagai fungsi ekosistem hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna, dan peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global. Sebagai fungsi penyedia air bagi kehidupan hutan merupakan salah satu kawasan yang sangat penting, hal ini dikarenakan hutan adalah tempat bertumbuhnya berjuta tanaman
Macam-macam Hutan
            Rimbawan berusaha menggolong-golongkan hutan sesuai dengan ketampakan khas masing-masing. Tujuannya untuk memudahkan manusia dalam mengenali sifat khas hutan. Dengan mengenali betul-betul sifat sebuah hutan, kita akan memperlakukan hutan secara lebih tepat sehingga hutan dapat lestari, bahkan terus berkembang. ada berbagai jenis hutan. Pembedaan jenis-jenis hutan ini pun bermacam-macam pula. Misalnya:
            Menurut asal Kita mengenal hutan yang berasal dari biji, tunas, serta campuran antara biji dan tunas. Hutan yang berasal dari biji disebut juga ‘hutan tinggi’ karena pepohonan yang tumbuh dari biji cenderung menjadi lebih tinggi dan dapat mencapai umur lebih lanjut. Hutan yang berasal dari tunas disebut ‘hutan rendah’ dengan alasan sebaliknya. Hutan campuran, oleh karenanya, disebut ‘hutan sedang’.
Penggolongan lain menurut asal adalah hutan perawan (hutan primer) dan hutan sekunder. Hutan perawan merupakan hutan yang masih asli dan belum pernah dibuka oleh manusia. Hutan sekunder adalah hutan yang tumbuh kembali secara alami setelah ditebang atau kerusakan yang cukup luas. Akibatnya, pepohonan di hutan sekunder sering terlihat lebih pendek dan kecil. Namun jika dibiarkan tanpa gangguan untuk waktu yang panjang, kita akan sulit membedakan hutan sekunder dari hutan primer. Di bawah kondisi yang sesuai, hutan sekunder akan dapat pulih menjadi hutan primer setelah melewati ratusan tahun.
            Menurut cara permudaan (tumbuh kembali) Hutan dapat dibedakan sebagai hutan dengan permudaan alami, permudaan buatan, dan permudaan campuran. Hutan dengan permudaan alami berarti bunga pohon diserbuk dan biji pohon tersebar bukan oleh manusia, melainkan oleh angin, air, atau hewan. Hutan dengan permudaan buatan berarti manusia sengaja menyerbukkan bunga serta menyebar biji untuk menumbuhkan kembali hutan. Hutan dengan permudaan campuran berarti campuran kedua jenis sebelumnya.di daerah beriklim sedang, perbungaan terjadi dalam waktu singkat, sering tidak berlangsung setiap tahun, dan penyerbukannya lebih banyak melalui angin. Di daerah tropis, perbungaan terjadi hampir sepanjang tahun dan hampir setiap tahun. Sebagai pengecualian, perbungaan pohon-pohon dipterocarp (meranti) di Kalimantan dan Sumatera terjadi secara berkala. Pada tahun tertentu, hutan meranti berbunga secara berbarengan, tetapi pada tahun-tahun berikutnya meranti sama sekali tidak berbunga. Musim bunga hutan meranti merupakan kesempatan emas untuk melihat biji-biji meranti yang memiliki sepasang sayap melayang-layang terbawa angin.
Menurut susunan jenis Berdasarkan susunan jenisnya, kita mengenal hutan sejenis dan hutan campuran. Hutan sejenis, atau hutan murni, memiliki pepohonan yang sebagian besar berasal dari satu jenis, walaupun ini tidak berarti hanya ada satu jenis itu. Hutan sejenis dapat tumbuh secara alami baik karena sifat iklim dan tanah yang sulit maupun karena jenis pohon tertentu lebih agresif. Misalnya, hutan tusam (pinus) di Aceh dan Kerinci terbentuk karena kebakaran hutan yang luas pernah terjadi dan hanya tusam jenis pohon yang bertahan hidup. Hutan sejenis dapat juga merupakan hutan buatan, yaitu hanya satu atau sedikit jenis pohon utama yang sengaja ditanam seperti itu oleh manusia, seperti dilakukan di lahan-lahan HTI (hutan tanaman industri).Penggolongan lain berdasarkan pada susunan jenis adalah hutan daun jarum (konifer) dan hutan daun lebar. Hutan daun jarum (seperti hutan cemara) umumnya terdapat di daerah beriklim dingin, sedangkan hutan daun lebar (seperti hutan meranti) biasa ditemui di daerah tropis.
Menurut umur, Kita dapat membedakan hutan sebagai hutan seumur (berumur kira-kira sama) dan hutan tidak seumur. Hutan alam atau hutan permudaan alam biasanya merupakan hutan tidak seumur. Hutan tanaman boleh jadi hutan seumur atau hutan tidak seumur.

BAB II
POTENSI HASIL HUTAN DAN UPAYA PEMANFAATANNYA

1.      Potensi rotan
Luas kawasan hutan yang merupakan habitat alam rotan seluas ?b 2.215.625 ha. Penyebaran rotan pada wilayah/lokasi berdasarkan hasil orientasi/cruising ; Kab, Nabire (Sima, Yaur, S. Nauma, S. Buami, S. Wabi-Wammi, S. Wanggar), Kab. Jayapura (Unurum Guay, Lereh, Pantai Timur), Manokwari ( Masni, Bintuni, Ransiki, S. Kasi, S. Sima), Merauke (Ds. Poo, Torey). Potensi raotan rata-rata per hektar berada kisaran 2,75 V 2.062,22 Kg/ha. Jenis-jenis rotan terdiri dari : Daemonorops, Korthalsia, Foser, Calamus sp., Sersus, Ceratolobus, Plectocomia, dan Myrialepsis. Potensi rotan belum dimanfaatkan secara optimal sehingga terbuka untuk investasi pemanfaatan rotan skala industri.

2.      Hutan sagu di Provinsi Papua luas sekitar 4.769.548 ha (diperkirakan telah dimanfaatan hutan sagu secara tradisional ?b 14.000 ha). Potensi sagu kisaran 0,33 V 5,67 batang/ha. Penyebaran sagu terutama wilayah/lokasi Kab. Sorong (Kec. Inawatan, Seget, Salawati), Kab. Manokwari (Kec. Bintuni), Kab. Jayapura (Kec. Sentani, Sarmi), Kab. Merauke (Kec. Kimaam, Asmat, Atsy, Bapan, Pantai kasuari), Kab. Yapen Waropen (Kec. Waropen) dan sebagian besar tegakan sagu tumbuh pada daerah gambut pantai. Jenis-jenis tegakan sagu terdiri dari ; Metroxylon rumphii var silvester, Metroxylon rumphii var longispinum, Metroxylon Rumphii mart, Metroxylon Rumphii var microcantum dan Metroxylon sago rottb. Potensi sagu belum dimanfaatkan secara optimal sehingga masih dimungkinkan diusahakan dalam skala industri.

3.   Nipah Luas hutan yang ditumbuhi nipah diperkirakan seluas 1.150.000 ha. Potensi nipah belum dapat diketahui secara pasti (belum dilakukan inventariasi potensi). Pemanfaatan nipah belum dapat berkembang, masih tahap pemanfaatan masyarakat lokal berupa pemanfaatan daun dan buah. Pemanfaatan nipah untuk skala industri/besar masih terbuka.
4.     Kayulawang
Informasi potensi kayu lawang (Cinnamonum spp.) belum akurat (penyebaran alami sporadis). Hasil monitoring sentra-sentra produksi minyak lawang telah dapat diindentifikasi bahwa potensi kayu lawang cukup menjanjikan dan dapat dikembang menjadi hutan tanaman masyarakat setempat. Sentra-sentra produksi dan penyebaran kayu lawang pada wilayah/lokasi terdiri dari; Kaimana V Fakfak, Sorong, Jayapura, Nabire, Merauke dan Manokwari. Potensi kayu lawang masih dapat ditingkatkan pemanfaatannya..
5.      Kayu masoi Informasi potensi kayu masoi belum akurat (penyebaran alami sporadis). Hasil monitoring sentra-sentra produksi kulit masoi telah dapat diindentifikasi bahwa potensi kayu masoi cukup menjanjikan dan dapat dikembang menjadi hutan tanaman masyarakat setempat. Sentra-sentra produksi dan penyebaran kayu masoi pada wilayah/lokasi terdiri dari ; Kab. Manokwari (Bintuni, Ransiki), Kaimana V Fakfak, Jayapura, Nabire. Potensi kayu masoi belum dimanfaatkan secara optimal sehingga masih terbuka investasi untuk pemanfaatan kayu masoi untuk skala industri.

6.     Kayuputih
Penyebaran kayu putih pada Kab. Merauke (Kawasan Taman Nasional Wasur). Potensi kayu putih merupakan tempat tumbuh alamiah di TN. Wasur yang merupakan daun kayu putih merupakan bahan baku minyak kayu putih hasil penyulingan. Hasil penyulingan masyarakat diperoleh minyak kayu putih dari daun kayu putih sebanyak 125 kg sebanding dengan 2,5 liter minyak kayu putih. Jenis kayu putih terdiri dari Asteromyrtus simpocarpa, Melaleuca lecadendron.

7.     Kayugaharu
Potensi Kayu Gaharu ini berada di bagian pesisir provinsi Papua, baik yang berada di Pesisir Utara maupun Pesisir Selatan.


        Adapun beberapa informasi dari Hasil Hutan,dari Kompas, 17 Februari 2004 sebagai Potensi masadepan

        Hasil hutan merupakan andalan  Kabupaten Waropen karena memiliki hutan yang relative masih “ perawan”. Namun kayu di irian Jaya Barat, seperti Sorong, Manokwari, dan Bintumi, ramai dijarah maling dari luar negri. Penjarahan tersebut dilakukan bekerjasama dengan pengusaha dari Jakarta atau masyarakat adat. luas hutan di Waropen 1.066.084 hektar terdiri atas hutan lindung 563.500 hektar, produksi 1.144.584 hektar, dan PPA 59.000 hektar.
            Sekitar  40 persen areal hutan produksi di kuasai pengusaha hak pengusahaan hutan ( HPH ) dan koperasi masyarakat adapt, ( kopermas ). Perusahaan asing yang beroperasi di daerah itu misalnya PT Wapoga dari Malaysia  sekitar 10 tahun terakhir. Perusahaan ini merambat ke kabupaten Sarmi dan Mamberamo raya yang sedang dalam proses menjadi daerah otonom. kayu didaerah itu adalah jenis merbau dan kayu besi. Kayu jenis ini sangat diminati di luar negri karena nilai ekonomis sangat tinggi, terutama untuk bantalan rel kereta api, stadion olah raga dfsn panggung hiburan.
            Potensi kayu Waropen antara lain, Merbau, Indah dan Matoa, Namun Kayu Merbau paling diminati oleh para pengusaha. di daerah itu terdapat puluhan Kopermas bidang Kehutanan. Kopermas ini diam diam bekerjasama dengan pengusaha dari luar negri untuk menebang hasil hutan. Karena merasa memiliki hak ulayat. Proses penebanganpun tidak mengikuti prose prosedur dan ketentuan yang berlaku. Kondisi seperti ini dapat merusak hutan potensial daerah itu.
            Pada tahun 2002 terdapat 9.000 m3 kayu log yang disengketakan antara masyarakat adat dengan PT. Rimba Utama di Wropen. Perusahaan bersangkutan belum membayar ganti rugi hak adapt dan beberapa kewajiban lainnya, tetapi mereka telah meninggalkan lokasi usaha selama enam bulan. Akibatnya, masyarakat adapt melalui kopermas menjual kayu log milik PT. Karya Rimba  kepada pengusaha lain. Namun , PT Karya Rimba Utama kembali menggugat masyarakat adat dan perusahaan pembeli kayu log milik PT. Rimba Utama. 
            Kasus penjarahan kayu log di waropen empat tahun terakhir mulai ramai. Hasil hutan potensial yang bernilai ekonomis tinggi di sorong, manokwari, dan fakfak itu habis dijarah sehingga para pengusaha nakal mulai beralih ke Papua Tengah, seperti Waropen. di hutan rimba ini terdapat berbagi jenis satwa yang terlindungi, seperti burung cendrawasih. Data WWF Papua menyebutkan, tahun 2001 di Waropen setiap enam kilometer terdapat satu burung cendrawasih, artinya populasi cendrawasih mulai berkurang
            Selain burung Cendrawasih, hutan di Waropen menyimpan satwan lain, seperti kukus, kanguru, burung kasuari, dan satwa endemic lainnya. Terdapat pula ratusan jenis anggrek hutan asli. semua potensi hutan tersebut jika ditangani secara baik oleh pemerintah setempat mendatangkan pendapatan asli daerah ( PAD ) yang besar. Saat ini Waropen belum memiliki PAD.
            Dalam kesepakatan antara Gubernur Papua JP Solossa dan direktur HPH, industri pengolahan kayu hulu (IPKH), serta IPK, pada tahun 2001 disepakati beberapa hal. Pemegang HPH wajib mendirikan kantor yang memiliki otoritas penuh dengan ketentuan HPH non grup berkantor pusat di masing masing areal HPH bersangkutan. penyelesaian tunggakan provisi sumber daya hutan (PSDH), dana reboisasi (DR) dan pajak bumi bangunan (PBB) tahun 2000 harus dilunasi paling lambat 31 desember 2001. tunggakan samapi februari 2001 harus diselesaikan paling lambat 31 Mei 2001.
            Pembukaan garansi bank dan letter of credit dari pemegang HPH/IPH/IPKH dilaksanakan pada bank di propinsi papua. Demi optimalisasi kapasitas terpasang IPKH, HPH yang tidak terkait saham dengan IPKH wajib menyuplai kayu bulat kepada IPKH di Papua dengan harga representative terjangkau. untuk mendesain kembali areal HPH, telah disetujui dan akan dilakukan pengkajian ulang oleh Universitas Papua dan badan penelitian kehutanan , serta investasi yang sudah ada harus dibayar oleh investor baru.
            Keputusan gubernur Papua no 13 tahun 2000  tentang standar pemberian  kompensasi bagi masyarakat adat atas kayu yang dipungut pada areal hak ulayat di Papua akan diperbahurui dengan rincian, merbau Rp. 25.000 per m3, kayu indah Rp. 50.000 per m3 dan bakau  Rp. 1000 per m3, Keputusan ini berlaku sejak 1 Mei 2001. perhitungan biaya konpensasi didasarkan  pada realisasi penjualan kayu bulat dalam surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH ).
            Kenaikan konpensasi tersebut berarti pemerintah setempat menjain rasa aman dan tenang para pengusaha. Semua persoalan terkait dengan hak ulayat ditangani oleh pemerintah setempat dengan perusahaan bersangkutan. tiga tahun berlalu, tetapi kesepakatan tersebut tidak pernah terealisasi. Tunggakan PBB, DR dan tunggakan lain dari 45 HPH yang beroperasi di Papua  mencapai  Rp 125 milyar.  Kantor pusat atau kantor perwakilan belum pernah dibuak di Papua.
            Kepala Badan Investasi dan Promosi Papua Mohammad Alhamid mengatakan, pemprov Papua tidak berani bertindak tegas seperti pembekuan izin HPH menunggak PBB dan pajak lain. Izin HPH dikeluarkan di Jakarta, dan pemegang HPH membayar ratusan juta rupiah bahkan milyaran rupiah kepada negara.
            Hutan hutan potensial di Papua sebagian telah dikapling dan dikuasai pemegang HPH yang juga rekanan kerja orde baru (orba). Namun, para pengusaha itu membiarkan hutan tanpa dikelola dan menunggak pajak ratusan milyar rupiah sehingga merugikan pemerintah dan masyarakat lokal.
·         Pemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan Konservasi : Lebah Madu
            Taman Nasional Kutai merupakan bagian dari alam Indonesia yang kaya, hamparan hutan tropis dataran rendah yang merupakan megabiodiversity dan laboratorium raksasa yang menyimpan misteri ilmu pengetahuan yang belum terungkap. Tidak hanya dari sisi ilmu pengetahuan tetapi banyak juga potensi di TN Kutai yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Kebanyakan masyarakat yang bermukim dan yang berada di sekitar kawasan TN Kutai masih menganggap TN Kutai hanya memberi keuntungan jikalau didalamnya terdapat kayu / log yang dapat di jual dan memberikan keuntungan ekonomis baginya. Ketika Kayu / Log tersebut habis maka habislah riwayat dari TN Kutai, padahal hutan bukan hanya kayu tetapi juga ada hasil lainnya yaitu Hasil Hutan Bukan Kayu (HHNK).
            Salah satu potensi HHBK yang dapat dikembangkan di TN Kutai adalah budidaya lebah madu. Berdasarkan penelitian alam Indonesia kaya akan berbagai jenis tumbuhan sebagai sumber pakan lebah madu. Dari sekitar 250.000 spesies tumbuhan berbunga di dunia, terdapat sekitar 25.000 tumbuhan berbunga yang ada di Indonesia dan sebagian besar merupakan pakan bagi lebah madu yang dapat menunjang budidaya lebah madu. Lebah madu lokal Indonesia, baik apis dorsata maupun Apis cerana telah lama dikenal sebagai salah satu sumber mata pencaharian bagi sebagian masyarakat di Indonesia. Pembudidayaan lebah lokal (Apis cerana) biasanya dilaksanakan secara tradisional oleh masyarakat pedesaan sebagai kegiatan sampingan masyarakat sejak lama dengan menggunakan glodog atau batang kelapa, atau jenis kayu lainnya yang dibuat sedemikian rupa berbentuk silindris didalamnya berongga sebagai tempat kehidupan lebah.
            Lebah Madu LokalSpecies lebah madu lokal yang hidup di Kalimantan dan selalu diambil madunya oleh masyarakat adalah Apis dorsata dan Apis cerana, yang merupakan jenis lebah madu daerah tropis. Apis cerana banyak ditemukan di berbagai daerah di Indonesia termasuk Kalimantan, sehingga madunya dapat diperoleh di alam secara mudah. Apis cerana membuat sarang di dalam gua-gua, lubang tanah, batu maupun pada batang pohon. Sejakl dulu Apis cerana telah dimanfaatkan sebagai penghasil madu dan lilin. Apis dorsata dikenal sebagai lebah madu rimba atau madu hutan, sarangnya di bentuk menggantung pada cabang pepohonan maupun pada batuan terjal.

BAB III
KESIMPULAN

            Hutan kita mempunyai banyak potensi dan hasil hutan yang dapat memajukan Indonesia misalnya sagu bagi daerah sulawesia selatan sendiri ini ialah merupakan makanan sampingan dari nasi.upaya pemanfaatannya yaiut dengan cara mengembang biakkan yang ada seperti madu lebah yang terdapat dihutan


Share :

Facebook Twitter Google+
0 Komentar untuk "Pemamfaatan Potensi Hasil Hutan"

Back To Top