Makalah Ilmiah
Tehnik Pembibitan Dengan Steck Pucuk
Meranti merah (Shorea leprosula)
Oleh:
MUHAMMAD
NASIR
NIP 19770824200801 1001
BALAI PENYULUHAN PERTANIAN,PERIKANAN DAN KEHUTANAN
PEUSANGAN SIBLAH KRUENG
KABUPATEN BIREUEN
2016
KATA
PENGANTAR
Dengan
nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang serta dengan mengucapakan
Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi petunjuk dan bimbingan Nya kepada
penulis dalam rangka menyusun Makalah
Ilmiah,
dengan
judul : Tehnik
Pembibitan Dengan Steck Pucuk Meranti Merah (Shorea leprosula)
Makalah Ilmiah ini di ajukan untuk memenuhi salah satu syarat
Penunjang untuk memenuhi angka kredit
telah di tetapakan dalam buku petunjuk
teknis penilaian Angka kredit penyuluh kehutanan .
Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar besarnya kepada Koordinator Penyuluh Kehutanan Kabupaten Bireuen Bapak
Elfian S.Hut dan Bapak
Armia SP, selaku Kepala BP3K
dan Pembimbing saya yang
telah memberikan bimbingan,
nasehat
serta petunjuk dari awal penulis Makalah ini selesai di laksanakan. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulisan dalam
rangka penyusunan Makalah
ini.
Walaupun Penulis telah berusaha
semaksimal mungkin untuk menghindarkan ni dari kesalahan, namun tentu masih ada
hal yang belum penulis ketahui,
oleh
karena itu dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun dari para pembaca, guna perbaikan tulisan
ini.
Lueng Daneuen, 15 Juli 2016
Muhammad.
Nasir SP
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................ iv
BAB
I. PENDAHULUAN.................................................................... 1
1.1 Latar Balakang............................................................................ 1
1.2 Tujuan.......................................................................................... 4
BAB
II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN........................................... 5
BAB
III. GAMBARAN UMUM ........................................................ 9
3.1. Letak
dan Batas Daerah............................................................ 9
3.2. Topografi
dan Keadaan Tanah.................................................. 10
3.3. Jenis
Tanah................................................................................ 11 3.4. Pengunaan
Lahan........................................................................................................... 11 3.5.
Keadaan
Sumber Daya Manusia............................................................................................. 11
BAB
IV. BAHAN
DAN METODE..................................................... 13
4.1 Waktu
dan Tempat ..................................................................... 13
4.2 Metode
....................................................................................... 13
4.3 Alat
dan Bahan........................................................................... 15
BAB
V. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................ 16
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN............................................ 24
5.1. Kesimpulan................................................................................ 24
5.2
Saran.......................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 26
LAMPIRAN.......................................................................................... 27
DAFTAR
TABEL
Tabel
|
T e k s
|
Halaman
|
1
|
Luas Daerah Masing-Masing Kemukiman Peusangan Selatan
|
9
|
2
|
Topografi
|
10
|
3
|
Data Curah Hujan
|
10
|
4
|
Data Penggunaan Lahan
|
11
|
5
|
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jumlah jiwa,
KK dan Jenis Kelamin
|
12
|
6
|
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
|
12
|
7
|
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Mata Pencaharian
|
12
|
DAFTAR
LAMPIRAN
No
|
Teks
|
Halaman
|
1
|
Jadwal Kegiatan Magang di Desa Tanjong Beuridi Kecamatan Peusangan Selatan Kabupaten Bireuen
|
|
2
|
Fhoto – Fhoto Dokumentasi dalam Praktek Lapangan
|
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kegitan
penanaman,terutama dalam rangka pembangunan hutan demgan jenis –jenis
Dipterocarpaceae sampai saat ini masih belum berkembang,salah satu kendala yang
dihadapi adalah masalah pembibitan dalam jumlah dan waktu yang diperlukan.untuk
mengatasi hal ini telah ditemukan terobosan baru yaitu system cabutan dan
system stek seperti telah di publikasikan oleh Yasman dan Smiths 1988,balai
Penelitian Kehutanan Samarinda.
Dalam
mengatasi kelemahan system pembiakan generative maupun vegetative,seperti tersebut
di atas maka telah ditemukan system pembiakan Vegetatif yangntelah berhasil di
kembangkan di wana riset samboja adalah system stek (Cutting System).Sistem ini
mempunyai keuntungan sebagai berikut:hasilnya Homogen,dapat di produksi bibit
dalam jumlah banyak sesuai kebutuhan.dapat digunakan untuk menganalisa tempat
tumbuh dan dapat memperbanyak genotip-genotip yang baik dari jenis pohon
tertentu (Yasman danSmits 1988).
Untuk
menghasilkan bibit yang unggul dan terus menerus,khususnya dalam jumlah banyak
yang berasal dari Stek dapat di peroleh dari kebun pangkas.pembuatan kebun
pangkas dapat di mulai dengan memamfaatkan system cabutan dari anakan alam .hal
ini mungkin karena dalam waktu sekitar lima tahunhampir semua jenis meranti Merah
(Shorea
leprosula) pernah berbuah lebat.Apabila bibit yang ada
selama ini di tananm pada kebun pangkas berarti setelah lima tahun sudah akan
tersedia bibit dari banyak jenis yang di inginkan melalui system stek di kebun
pangkas dan dapat menyediakan tunas tunas orthotrop (tunas tumbuh secara
vertical )dan selalu muda (juvenile) untuk di jadikan bahan stek ,hal ini
sangat perlu karena keberhasilan stek ditentukanoleh hubungan arsitektur bibit
dengan sifat juvenillitas bahan stek.
Teknik budidaya meranti telah
dikenal di kalangan rimbawan dalam upaya rehabilitasi hutan dan pembangunan
hutan tanaman. Namun, dengan berkurangnya areal hutan, maka penanaman meranti
di lahan selain hutan (nonhutan) menjadi sebuah tantangan.
Mengingat tumbuhan ini sebagai
tumbuhan ekonomi, tentu saja tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan. Pohon
meranti adalah salah satu pohon aset untuk kayu-kayu bangunan, furniture, dan
kayu pertukangan lainnya. Pohon-pohon meranti akan difungsikan sebagai kayu
ekspor. Jadi setidaknya akan dilakukan penanaman dan sekaligus penebangan yang
tentunya diimbangi dengan regenerasinya. Dan dengan bekerjasama dengan
pabrik-pabrik funiture sebagai tempat olahan kayu meranti diyakini dapat membuat
kayu meranti lebih bernilai jual. Kayu meranti yang sudah diolah akan diekspor
ke luar negeri dan keuntungannya akan dialokasikan untuk menambah lahan bibitan
meranti. Bibit-bibit meranti yang belum ditanam juga akan dijual untuk
orang-aorang yang menanam meranti.
Kita tahu bahwa tumbuhan meranti
merupakan tumbuhan yang dapat menghasilkan damar. Damar dapat dijual dan dapat
menambah penghasilan. Akhir-akhir ini budidaya meranti untuk menghasilkan damar
sangat kurang. Maka dengan adanya lahan meranti yang akan dikembangkan,
mudah-mudahan dapat menambah jumlah produksi damar
1.2.
Tujuan
Tujuan pelaksananaan
pembibitan dengan cara stek Pucuk pada kebun pangkas untuk jenis tanaman
meranti Khusus nya untuk menanggulangi
kekurangan Bibit meranti .
a) Menambah
Pengetahuan dan pengalaman dalam bidang budidaya Meranti
b) Mengadakan
Komunikasi Langsung dengan Petani dalam budidaya Meranti yang merupakan investasi yang menggiurkan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Meranti merah
a. Klasifikasi
Meranti
termasuk keluarga Dipterocarpaceae. Secara harfiah, Dipterocarpaceae berasal
dari kata latin, yaitu di = dua, carpa=carpus=sayap, yang berarti
buah bersayap dua. Jenis Dipterocarpus (jenis-jenis Kruing), Cotylelobium
dan Anisoptera (jenis-jenis mersawa) umumnya bersayap dua, sedangkan
Hopea (jenis-jenis merawan), Parashorea dan Shorea (jenis-jenis
meranti, bangkirai dan balau) memiliki sayap bervariasi antara 2-5, namun Vatica
(jenis-jenis resak) memiliki sayap yang sangat pendek bahkan tanpa sayap.
Pohon meranti memiliki bentuk batang bulat silindris, dengan tinggi total
mencapai 40-50 m. Kulit kayu rata atau beralur dalam atau dangkal, berwarna
keabu-abuan sampai coklat. Pada umumnya berbanir tinggi sampai 6-7 m. Nama kayu
perdagangan meranti ditentukan dari warna kayu gubalnya, seperti meranti Putih,
meranti Kuning dan meranti merah
Sistematika
tanaman Meranti Merah (shorea leprosula Miq) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi :
Magnoliophyta
Kelas :
Magnoliopsida
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo :
Theales
Famili :
Dipterocarpaceae
Genus : Shorea
Spesies : S.
leprosula Miq.
b.
Penyebaran dan Habitat
Shorea leprosula Miq.
menyebar secara alami mulai Semenanjung Thailand
dan Malaysia Sumatera sampai Kalimantan Utara. Biasanyadijumpai di hutan
dipterokarpa dataran rendah di bawah 700 m menempatiruang terbuka di hutan yang
mengalami gangguan. Tumbuh pada berbagai jenis tanah tetapi tidak toleran
terhadap genangan. Curah hujan 1500-3500 mm/tahun, dan musim kemarau pendek
perlu untuk pertumbuhan dan regenerasi. Jarang ditemukan di punggung bukit,
dari percobaan penanaman menunjukkan pertumbuhan di kaki bukit lebih baik
disbanding puncak bukit. Meranti merah merupakan jenis meranti yang tercepat
pertumbuhannya sampai umur 20 tahun tetapi selanjutnya terkejar oleh meranti
lain. Jenis ini mengalami penurunan populasi yang disebabkan penebangan, dan
menurut daftar International Union for Conservation of Nature (IUCN)
tergolong langka (JÇ¿ker. 2002).
c.
Deskripsi Botani
Di hutan alam pohon Meranti merah dapat
mencapai tinggi 60 m. Batangnya lurus dan silindris dengan diameter mencapai
100 cm dengan tinggi batang bebas cabang 30 m. Tajuknya lebar, berbentuk paying
dengan ciri berwarna coklat kekuning-kuningan seperti tembaga. Banir
mencapai
tinggi 2 m. Kulit coklat keabu-abuan dengan alur dangkal (JÇ¿ker, 2002).
Gambar 2. Pohon Shorea
leprosula Miq. (Rudjiman dan Dwi T. Adriyanti, 2002) Daun
lonjong sampai bulat telur, panjang 8-14 cm, lebar 3,5-4,5cm. Permukaan daun
bagian bawah bersisik seperti krim, tangkai utama urat
daun dikelilingi domatia terutama pada pohon muda, sedang urat daun
tersier
rapat seperti tangga (JÇ¿ker, 2002).
,
d.
Deskripsi Buah dan Benih
Buah
seperti kacang yang terbungkus kelopak bunga yang membesar. Kelopak ini berbulu
jarang dengan 3 cuping memanjang sampai 10 cm dan melebar 2 cm berbentuk
sendok, 2 cuping lainnya berukuran panjang 5,5 cm dan lebar 0,3 cm. Panjang
benih 2 cm, diameter 1,3 cm, bulat telur, berbulu halus dan lancip di bagian
ujungnya (JÇ¿ker. 2002).
e.
Pembungaan dan Pembuahan
Pembungaan terjadi setiap 3 hingga 5
tahun. Pada tahun ketika berbunga, hampir seluruh pohon berbunga lebat secara
serempak. Bunga merekah malam hari. Mengeluarkan bau menyengat, diserbuki oleh
ngengat bunga. Buah masak 14 minggu setelah pembungaan. Jika terjadi kekeringan
selama periode ini, gugur buah tertunda dan buah tidak berkembang sempurna.
Pada sebaran alami, pengumpulan benih dilakukan pada bulan 13 Maret – Juli,
terutama beberapa bulan setelah musim kemarau panjang (JÇ¿ker. 2002).
f.
Tempat Tumbuh
Meranti tumbuh baik di dataran rendah
sampai ketinggian 1.750 m dpl. Sebagian besar jenis ini terdapat pada
ketinggian di bawah 500 m dpl. Pada umumnya tumbuh pada daerah-daerah dengan
curah hujan di atas2.000 mm per tahun dan musim kemarau yang pendek.
Kartawinata et al. (1980) menjelaskan bahwa Meranti merah merupakan
jenis meranti yang rentan terhadap moisture stress yang tinggi yaitu
pada kondisi curah hujan yang rendah, musim kemarau yang panjang dan temperatur
udara yang tinggi. Cahaya yang diperlukan anakan meranti untuk pertumbuhannya
berkisar 50-75% dari cahaya total (Eulis Retnowati, 2001).
g.
Kegunaan
Kayu Meranti merah dapat digunakan untuk
berbagai keperluan seperti kayu lapis (plywood), kayu gergajian (sawntimber)
dan bahan bangunan (Rudjiman dan Dwi T. Adriyanti, 2002). Kayunya ringan,
kerapatan 0,3-0,55 gr/cm3,
dan sangat baik untuk joinery meubel, panel,
lantai,
langit-langit dan juga untuk kayu lapis. Selain itu, dapat menghasilkan resin
yang dikenal dengan nama damar daging, yang dapat digunakan obat. Kulitnya
dipakai untuk produksi tannin (JÇ¿ker. 2002).
2.
Keragaman Meranti merah
Proporsi keragaman genetik dalam
populasi jenis S. leprosula lebih besar dibanding keragaman genetik
antar populasinya, yaitu masing-masing
sebesar
96% dan 4%. Hasil penelitian Cao dkk. (2006) menunjukkan bahwa proporsi
keragaman genetik dalam populasi jenis S. leprosula di Indonesia sebesar
70,2%. Zobel dan Talbert (1984) menyatakan bahwa keragaman genetik yang tinggi
bisa disebabkan oleh adanya perkawinan silang (outcrossing), polinasi
yang terjadi dengan bantuan serangga dan juga luasnya distribusi S.
leprosula (Anto Rimbawanto dan Isoda, 2001), daur hidup yang panjang, kejadiankejadian
selama tahapan suksesi, belum adanya perlakuan dari manusia, serta perkawinan
antarinduk yang telah teridentifikasi dengan induk yang belum teridentifikasi (half-sib
mating) (Ima Lestyaningsih dkk., 2005).
Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman meranti
di berbagai tempat menunjukkan adanya variasi pertumbuhan baik tinggi maupun
diameter. Di Samboja tanaman Shorea leprosula umur 10 tahun mempunyai
rataan diameter 23,8 cm dengan diameter terbesar mencapai 26,7 cm. Selanjutnya
di Malinau tanaman umur 30 tahun rataan diameternya adalah 35,6 cm dengan
diameter terbesar mencapai 54,1 cm (Rudjiman dan Dwi T. Adriyanti, 2002).
Pertumbuhan tanaman uji keturunan S.
leprosula umur 4 tahun di PT. Sari Bumi Kusuma, Kalbar menunjukkan bahwa
populasi Bukit Baka, Kalteng lebih baik dari populasi Gunung Bunga, Kalbar.
Dalam uji tersebut rata-rata tinggi dan diameter batang tanaman dari populasi
Bukit Baka masing-masing sebesar 5,9 m dan 5,29 cm sedangkan untuk populasi
Gunung Bunga masing-masing sebesar 3,53 m dan 5,29 cm (Soekotjo, 2009).
3.
Perbanyakan Meranti
a. Perbanyakan Generatif
Secara
teknik silvikultur, perbanyakan generatif adalah perbanyakan tanaman dari bahan
yang berasal dari biji. Biji meranti termasuk tipe biji rekalsitran, yaitu
bijinya berkulit lunak, kandungan air tinggi, serta tidak dapat disimpan dalam
jangka panjang karena viabilitasnya mudah menurun. Pengecambahan biji meranti
dapat dilakukan dengan menanam bijinya langsung dalam wadah penyemaian tanpa
perlakuan khusus sebelumnya (Atok Subiakto, 2009).
b.
Perbanyakan Vegetatif Melalui Stek
Stek merupakan perbanyakan tanaman
dengan menggunakan bagian vegetatif yang dipisahkan dari induknya, yang apabila
ditanam pada kondisi yang menguntungkan akan beregenerasi dan berkembang
menjadi tanaman yang sempurna (Soerianegara dan Djamhuri, 1979).
Perbanyakan vegetatif secara stek
umumnya digunakan untuk memperbanyak tanaman yang sulit diperbanyak dengan
biji, melestarikan klon tanaman unggul dan untuk memudahkan serta mempercepat
perbanyakan tanaman (Rochiman dan Harjadi, 1973).
Pertumbuhan stek dipengaruhi oleh
interaksi faktor bahan tanaman dan faktor lingkungan (Hartmann et al.,
1997). Faktor bahan tanaman terutaman meliputi genetik, kandungan cadangan
makanan dalam jaringan stek, ketersediaan air, umur tanaman (pohon induk),
hormon endogen dalam jaringan stek, tingkat juvenilitas bahan stek, dan jenis
stek. Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan penyetekan antara lain
media perakaran, kelembaban udara, suhu, intensitas cahaya dan teknik penyetekan.
Pembiakan vegetatif yang telah berhasil dikembangkan pada jenis Shorea adalah
sistem stek pucuk (Yasman dan Smits, 1988).
Pengembangan teknik stek pucuk tersebut
dapat dilakukan dengan syarat utama yaitu harus berasal dari tunas vertikal (orthotrop)
dan tunas muda secara fisiologis yang dikenal dengan tunas juvenil. Untuk
menghasilkan tunas juvenil dapat dilakukan dengan teknik peremajaan atau teknik
rejuvenasi (Leppe, 1998). Menurut Evers, et al. (1991) teknik rejuvenasi
dapat
dilakukan secara mekanik dengan pemangkasan pohon atau cabang dan cara kimiawi
menggunakan pupuk atau zat perangsang tumbuh maupun gabungan antara mekanik
dengan kimiawi. Tingkat juvenilitas bahan stek tanaman sangat menentukan
keberhasilan pertumbuhan akar stek. Fase juvenil merupakan fase pertumbuhan
vegetatif sebelum fase pembungaan (generatif). Bahan stek yang memiliki tingkat
juvenilitas tinggi umumnya terdapat pada tanaman
yang
berumur muda. Selain itu bahan tanaman juvenil lainnya dapat diperoleh dari
tunas yang muncul dari akar atau batang maupun tunas pada kebun pangkas
(Hartmann et al., 1997). Bahan stek pada fase juvenile memiliki
kemampuan untuk menumbuhkan akar adventif yang lebih mudah, dan kemampuan ini
semakin dewasa semakin menurun (Salisbury dan Ross 1995).
Tingkat juvenilitas tanaman dapat
dipertahankan melalui perbanyakan berseri, pemangkasan, subkultur beberapa kali
dan penyimpanan jaringan (Talbert et al., 1993; Bonga dan Aderkas 1993;
Haapala et al., 2004) (Danu, 2009).
Menurut
Leppe dan Smits (1988), pembangunan kebun pangkas dapat menyediakan tunas-tunas
ortothrop (tunas tumbuh secara vertikal) dan selalu muda (juvenil)
sebagai bahan stek yang berkualitas. Kebun pangkas dalam bentuk bedengan
merupakan kelas kebun pangkas yang paling umum dikembangkan.
4.
Pemangkasan
Pemangkasan ditujukan untuk merangsang
pembentukan tunastunas baru yang muda (juvenil) secara fisiologis dan
kronologis sebagai bahan stek yang berkualitas. Pemangkasan pada bagian atas
tanaman akan menstimulasi tumbuhnya tunas-tunas baru pada bagian aksiler batang
(Dwijoseputro, 1983). Jumlah tunas yang tumbuh dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu umur pohon, ukuran pohon, tinggi pangkasan, kondisi lingkungan, jarak
tanam, waktu dan stimulasi hormon (Zobel dan Talbert, 1984; Kijkar, 1991). Semakin
tua umur tanaman maka kemampuan untuk menghasilkan tunas berkurang. Selain itu,
kondisi lingkungan sangat mempengaruhi pertumbuhan tunas antara lain
kelembaban, status unsur hara/kesuburan media dan penyinaran cahaya matahari
(Loveless, 1991). Marini (2003) menyatakan bahwa pemangkasan batang utama akan
merangsang pembentukan cabang yang lebih banyak dan lebih cepat dibandingkan
tanpa pangkas. Menurut Salisbury dan Ross (1995) penambahan jumlah cabang ini
dapat terjadi karena hilangnya dominansi apikal akibat pemangkasan tunas pucuk
batang utama.
Hal ini menyebabkan tunas-tunas lateral pada
batang utama tumbuh dan berkembang yang pada akhirnya membentuk cabang tanaman.
Pemangkasan kuncup apikal dan daun-daun muda sering dilakukan untuk
meningkatkan percabangan. Teknik ini juga memungkinkan cabang tumbuh lebih
tegak, terutama cabang teratas. Pada banyak spesies, pemangkasan daun-daun muda
secara terus-menerus sama efektifnya dengan pemangkasan keseluruhan apeks
tajuk. Hal tersebut menunjukkan
bahwa suatu faktor dominansi, yaitu zat penghambat, terdapat di apeks tajuk
maupun daun muda. Jika auksin ditambahkan pada sisa batang yang apeks tajuknya
dipangkas, maka perkembangan kuncup samping dan arah pertumbuhan yang tegak
akan terhambat lagi. Penggantian kuncup atau daun muda oleh auksin menunjukkan
bahwa zat penghambat yang dihasilkan adalah auksin. Namun pemberian auksin
untuk mencegah
perkembangan
kuncup samping ini diperlukan dalam dosis yang sangat tinggi hingga 1000 kali
lipat kandungan auksin kuncup apikal itu sendiri (Salisbury dan Ross, 1995).
Auksin merupakan salah satu hormon yang
tergolong dalam zat pengatur tumbuh pada tumbuhan. Umumnya auksin terdapat
dalam jumlah yang banyak pada bagian tumbuhan yang sedang aktif tumbuh dan
berkembang, antara lain pada ujung tunas, ujung akar, kambium, dan daun-daun
muda. Auksin ini memacu pertumbuhan dengan mengakibatkan pengenduran dinding
sel (Suwasono Heddy, 1989).
Selain
pengaruh auksin, nisbah auksin-sitokinin juga berperan dalam dominansi apikal.
Nisbah auksin-sitokinin yang tinggi mendukung dominansi apikal, sedangkan
nisbah auksin-sitokinin yang rendah mendukung pertumbuhan tajuk maupun tunas
lateral (Salisbury dan Ross, 1995).
B.
Kerangka Berpikir Teoritis
Shorea leprosula Miq.
(Meranti merah) yang berasal dari daerah berbeda mempunyai karakteristik
genetik yang berbeda satu sama lain. Adanya variasi genetik tersebut
memungkinkan adanya perbedaan dalam pembentukan tunas pada masing-masing Meranti
merah dari beberapa daerah. Pembentukan tunas juga dapat dirangsang dengan
pemangkasan batang utama. Pemangkasan batang utama akan menghilangkan dominansi
apikal dan merangsang pembentukan tunas-tunas ortotrop.
BAB
III
PELAKSANAAN
3.1. Penanaman Tumbuhan meranti
3.3.1.
Pembangunan Persemaian
Salah satu faktor penting dalam
penanaman kayu meranti, adalah penyedian bibit yang bermutu. Penyediaan bibit
meranti dapat dilakukan pada persemaian permanen maupun persemaian tidak
permanen. Untuk usaha pertanian skala kecil misalnya sebagai tanaman sela dalam
sistem wanatani karet, persemaian tidak permanen dapat dibangun di dalam
persemaian/nursery karet (root stock). Lokasi yang dipilih untuk
membangun persemaian harus memiliki persyaratan sebagai berikut:
lahan yang relatif datar, kemiringannya tidak lebih dari 5 %
dekat dengan sumber mata air
dekat dengan jaringan jalan dan mudah dijangkau.
3.3.2.
Persiapan Lahan Persemaian
Penyemaian benih meranti dapat
dilakukan pada bedeng semai atau bak semai berupa bak plastik.
- 1.
Bedeng semai atau tabur.
1.
Buat
bedeng semai berukuran 1m x 5m pada arah timur barat. Apabila membuat lebih
dari satu bedeng semai, maka beri jarak antar bedeng 50 cm
2.
Beri
pembatas bambu atau kayu di sekelilingnya
3.
Apabila
penyemaian dilakukan pada bak semai, pilihlah ukuran bak sesuai kebutuhan
4.
Beri
sungkup plastik untuk menjaga kelembaban udara
5.
Beri
naungan tembus cahaya 50% dengan menggunakan sarlon atau atap rumbia atau
anyaman daun kelapa. Tinggi tiang naungan pada sebelah barat 80 cm dan sebelah
timur 100 cm
2.
Media Semai.
Ada
dua jenis media semai yang dapat digunakan dalam penyemaian benih meranti
yaitu:
- Pasir halus atau campuran
serbuk gergaji dan sekam padi dengan perbandingan 1:1. Apabila akan
menggunakan mikoriza, media semai dan media sapih sebaiknya disterilisasi
dahulu dengan cara dikukus atau disangrai selama 6 jam. Sterilisasi
bertujuan untuk membunuh jamur penyebab penyakit dan jamur lain yang ada
dalam media.
- Pasir halus atau campuran sabut
kelapa dan sekam dengan perbandingan 1:. Setelah media semai disiapkan,
tabur di atas bedeng semai dengan1 ketebalan 5-10 cm dan disiram hingga
kapasitas lapang.
3.3.3.
Penyemaian Benih
Sebelum
disemai, benih meranti diskarifikasi terlebih dahulu yaitu dipetik sayapnya dan
dipilih biji yang sehat serta utuh. Penyemaian benih meranti dapat dilakukan
pada bedeng semai atau bak semai.
- Penyemaian pada bedeng semai:
- Buat jalur/garis pada bedeng
semai dengan jarak 5 cm menggunakan kayu tugal (panjang 10 cm, diameter 1
cm)
- Letakkan benih sesuai dengan
jalur/garis pada posisi tidur dan tidak terlalu dalam, sehingga bila benih
berkecambah akan mudah mengangkat kotiledon
- Tutup atau taburkan media semai
hingga menutupi benih
- Siram hingga kapasitas lapang
- Tutup sungkup plastiknya.
- Penyemaian pada bak semai:
- Tabur benih secara merata tanpa
membuat jalur/garis
- Tutup dengan media semai
- Siram dengan embrat
- Simpan
bak semai di dalam sungkup plastik
Pada
umumnya, benih meranti berkecambah 7-12 hari setelah disemai.
3.3.4.
Penyapihan Bibit
Apabila
benih meranti yang disemai telah berkecambah dan memiliki dua pasang daun, maka
siap disapih. Penyapihan bibit dapat dilakukan dengan memindahkan bibit dari
bedeng semai atau bak semai ke kantong plastik. Tahap-tahap dalam proses
penyapihan bibit adalah:
- Membuat bedeng sapih.
- Buat bedeng sapih di persemaian
dengan ukuran 1m x 5m.
- Beri pembatas bambu atau balok
kayu di sekeliling bedeng sapih. Apabila membuat lebih dari satu bedeng
sapih, maka beri jarak antar bedeng 50 cm.
- Tutup dengan sungkup bambu dan
plastik setinggi 70 cm untuk menjaga kelembaban udara.
- Sebagai naungan, pasang atap
rumbia atau anyaman daun kelapa atau sarlon tembus cahaya 50%
2.Menyiapkan media sapih
- Ambil tanah dari bawah pohon
induk, campurkan sekam padi dengan perbandingan 2:1.
- Ayak dengan ayakan kasar untuk
memisahkan kerikil.
- Masukkan media sapih ke dalam
kantung plastik berukuran 12cm x 15cm, atau 15cm x 20cm, tergantung dari
ukuran bibit
- Letakkan di dalam sungkup
plastik pada bedeng sapih.
3.Penyapihan
- Gunakan
kantung plastik yang telah diisi media sapih.
- Angkat
bibit dengan hati-hati dari media semai, dengan tanpa merusak
perakarannya.
- Buat
lubang tanam pada media sapih dengan tugal kayu, sedalam perakaran bibit
meranti.
- Masukkan
akar ke lubang tanam yang tersedia, kemudian tutup dan tekan dengan
perlahan.
- Siram
hingga kapasitas lapang.
- Pelihara
di dalam sungkup plastik di bedeng sapih, hingga bibit cukup beradaptasi,
selanjutnya sungkup dapat di buka.
3.3.5.
Pemeliharaan Bibit
Bibit
dipelihara di persemaian hingga mencapai tinggi 30-50 cm, atau kurang lebih 2-3
bulan. Setelah itu, bibit siap ditanam di lapangan. Pemeliharaan bibit di
persemaian meliputi:
- Pemupukan.
Bila tidak dilakukan inokulasi mikoriza, berikan pupuk dasar (NPK) pada
bibit di persemaian, dengan dosis 2 g/bibit.
- Pengendalian
hama dan penyakit. Hama dan penyakit yang umum dijumpai di persemaian
adalah:
- Ulat
kantong (Cryotothelea sp.) dan ulat bulu (Dasychira sp.)
yang menyerang daun.
- Hama
penggerek batang (larva Scolytidae).
- Penyakit
lodoh (damping off).
- Penyakit
tumor pucuk disebabkan oleh virus yang disebarkan oleh serangga
Arachnidae.
- Penyakit
kerdil disebabkan oleh mikoplasma. Gejalanya: tumbuh kalus yang menumpuk
seperti bola-bola kecil di ketiak cabang atau ranting muda.
- Penyakit
mati pucuk (die back) yang disebabkan oleh jamur. Gejala: kematian
pada pucuk menyebar ke bawah.
- Penyakit
busuk daun (hawar/leaf blight), dengan gejala: kematian sel daun
mulai dari ujung daun hingga ke tengah helaian daun.
Bila serangan hama/penyakit cukup
tinggi, bibit dapat disemprot dengan insektisida atau fungisida, sesuai dengan
dosis yang dianjurkan pada kemasan. (Contoh: Benomyl, Benlate).
3.3.6.
Penyiapan bibit Secara Vegetatif
Kendala
penyiapan bibit meranti adalah musim buah yang tidak teratur dan benih yang
tidak dapat disimpan lama seperti benih ortodoks. Oleh karena itu, penyiapan
bibit secara vegetatif dengan stek pucuk merupakan salah satu alternatif yang
dapat dilakukan dalam penyediaan bibit. Penyiapan bibit secara vegetatif
memerlukan beberapa tahap yaitu penyiapan media, pembuatan stek pucuk,
penyapihan dan pemeliharaan.
- 1.
Penyiapan media
- Siapkan media perakaran untuk
stek pucuk meranti berupa: (i) campuran serbuk sabut kelapa dan sekam padi
dengan perbandingan 2:1; atau (ii) serbuk gergaji kayu (100 %); atau (iii)
campuran sekam padi dan serbuk arang dengan perbandingan 2:1; atau (iv)
pasir sungai.
- Sterilisasi media dengan cara
solarisasi selama 3 hari atau kukus selama 3 jam, untuk membunuh patogen
tanaman.
- Siapkan bak stek, dapat berupa
bak plastik yang telah dilubangi bagian bawahnya atau bak kayu yang dapat
langsung diletakkan di atas permukaan tanah.
- Masukkan media perakaran ke
dalam bak stek setebal 12-15 cm, dan siram sebelum ditanami.
- 2.
Pembuatan stek pucuk
Teknik
stek pucuk dapat dilakukan secara konvensional, dengan menggunakan zat pengatur
tumbuh akar (contohnya Rootone F), dengan sumber bahan stek muda yang berasal
dari persemaian. Hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa persentase
keberhasilan stek pucuk untuk jenis-jenis meranti sekitar 19-90 % (Subiakto
dkk, 2005). Tahapanpembuatan stek pucuk meranti adalah sebagai berikut:
- Potong
bahan stek dengan gunting pada pagi hari dan kumpulkan dalam ember berisi
air untuk menjaga kelembaban. Hindari penggunaan pucuk dari pohon dewasa.
- Potong
pucuk meranti sepanjang 10 cm, dengan dua helai daun lalu potong tiap
helai daun hingga tersisa setengahnya, untuk mengurangi penguapan.
- Tambahkan
air pada tepung zat pengatur tumbuh (misalnya Rootone F) hingga berbentuk
pasta, kemudian oleskan pada bagian pangkal pucuk meranti.
- Tanam
stek pucuk meranti pada bak stek dengan jarak 6cm x 6cm dan siram kembali
setelah ditanam.
- Letakkan
bak stek di dalam sungkup plastik dengan peneduh, karena stek pucuk
meranti membutuhkan kondisi aerasi yang baik, kelembaban dan suhu udara
yang optimal untuk mengurangi persentase kematian dan meningkatkan
persentase perakaran.
- Siram
2 kali sehari dengan menggunakan embrat.
- Amati
perakarannya pada bulan kedua setelah stek ditanam. Bila ada stek yang
mati, segera cabut dari bak perakaran.
- Buka
sungkup plastik setelah 3 bulan, tetapi masih dalam peneduh.
- Biarkan
kurang lebih satu minggu, baru kemudian lakukan penyapihan.
- 3.
Penyapihan
- Untuk
penyapihan, siapkan media sapih berupa campuran tanah dan sekam dengan perbandingan
2:1 atau campuran serbuk sabut kelapa dan sekam dengan perbandingan 2:1.
- Siapkan
kantong plastik (polybag) berukuran sedang (12 cm x 15 cm). Isi dengan
media sapih kira-kira ½ tinggi kantong plastik.
- Siram media sapih yang ada
dalam kantong plastik.
- Keluarkan
stek yang tumbuh dan berakar dari bak stek. Lakukan dengan mencungkil
media secara hati-hati agar tidak merusak perakaran. Usahakan media
perakaran masih menyelimuti perakaran meranti.
- Tanam
stek dalam kantong plastik, lalu timbun kembali dengan media hingga
menutupi perakaran dan siram dengan embrat.
- 4.
Pemeliharaan
- Pelihara bibit stek meranti di
persemaian hingga siap ditanam di lapangan (kurang lebih 3 bulan setelah
penyapihan, atau tinggi bibit sekitar 50 cm).
3.3.7.
Penanaman
Bibit
meranti ditanam pada musim hujan. Tahap-tahap penanamannya adalah sebagai
berikut:
- Buat
lubang tanam berukuran 30cm x 30cm x 20cm, mengikuti ajir.
- Lepaskan
kantong plastik dengan hati-hati agar tidak merusak perakaran
- Tanam
bibit ke dalam lubang tanam, dan timbun dengan tanah kembali. Setiap
lubang ditanami dengan satu bibit meranti.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tahap
kegiantan persemaian stek pucuk
Untuk jenis persemaiannya yaitu permanen,
semua perlengkapan alat dan bahan yang ada di persemaian dibangun secara
permanen.seperti Kebun Pangkas, Green
House, Sungkup, pranet dan bedeng - bedeng.sedangkan keuntungan dan
kerugiannya :
a)
Keuntungannya
:
§
Bibit
yang dihasilkan lebih baik atau berkualitas karena ditangani oleh pekerja yang
sudah terlatih.
§
Memungkinkan
untuk melakukan kegiatan persemaian secara mekanis.
§
Pengawasan
lebih efisien dengan tenaga tetap yang terpilih.
§
Biaya
produksi bibit lebih murah.
b)
Kerugian
:
§
biaya
investasi awal lebih mahal karena membangun
persemaian dengan skala luas dan permanen
4.1.1.7. Penyungkupan
Proses penyungkupan pada bibit stek pucuk
yang telah disemai selama 2 bulan di bak stek sebagai berikut :
1.
Suhu
300C dengan intensitas cahaya hanya 50%
2.
Dari
Green House stek pucuk yang sudah
berakar dipindahkan ke polybag yang sudah berisi topsoil dengan ukuran polybag
15x17cm.
3.
Buat
lobang dengan kayu yang sudah disediakan, perhatikan ukuran lobang, jangan
terlalu kecil agar akar mudah untuk masuk, kemudian jangan ditekan terlalu kuat
untuk menghindari patah pada akar.
4.
Untuk
media tanam hanya menggunakan topsoil tanpa pemberian pupuk.
5.
Lamanya
penyungkupan minimal untuk stek pucuk 25 hari sedangkan mksimalnya 2 bulan
tergantung pada kondisi bibit, lakukan penyiraman pagi dan sore hari.
6.
Jumlah
sungkup ada 2 yaitu sungkup satu (1) dan sungkup dua (2), masing-masing
memiliki kapasitas yang sama 11500 kantong polyback.Kelembaban juga tetap harus
dijaga, pintu harus selalu ditutup agar suhu tetap terjaga.
Gambar 8.Penanaman stek pucuk
4.1.1.8. Penyapihan
Proses penyapihan sebagai berikut:
a.
Selanjutnya
setelah bibit dari sungkup, bibit dipindahkan lagi ke bedeng sapih,bedeh sapih
diberi naungan dengan paranet dengan intensitas cahaya yang masuk 25-50 %
b.
Diparanet
kita melakukan penyeleksian terhadap bibit stek pucuk, seperti :
1. penambahan
pupuk
2.
mengatur
kerapatan dan penjarang terhadap bibit yang jumlah tajuknya sudah cukup lebat
dan mengganggu pentumbuhan bibit.
3.
pemangkasan
terhadap cabang yang terlalu banyak
4.
Seleksi
terhadap bibit yang terserang hama seperti ulat dan hama lainnya.
c.
Memberantas
hama dengan menyemprotkan racun atau dengan cara manual, mencari langsung
hama yang ada pada bibit tersebut.
4.1.1.9. Pengerasan
Proses pengerasan sebagai berikut :
Setelah bibit berumur 2 bulan dibedeng sapih
kemudian dipindahkan lagi ke bedeng pengerasan, untuk intensitas cahayanya pada
bedeng pengerasan sekitar 75% sampai pada tanaman. Dibedeng pengerasan bibit
dipelihara selama 4 bulan sampai bibit siap tanam, adapun pemeliharaan yang
dilakukan yaitu :
a.
Pemupukan
b.
Pemangkasan
c.
Pembersihan
gulma dan hama penyakit
d.
Penyiraman
secara rutin 2 kali sehari
4.1.1.10 Ukuran Bedeng dan
Intensitas Cahaya, Suhu,Kelembaban dan %
Kehidupan
Tabel 3.Ukuran bedeng, intensitas cahaya, suhu,
kelembaban dan kehidupan di
kegiatan persemaian.
No
|
Kegiatan-persemaian
|
Ukuran-bedeng (cm)
|
Intensitas- cahaya (%)
|
Suhu (º)
|
Kelemba-ban (º)
|
Kehidu-pan (%)
|
|
1.
|
Bak stek
|
300x100x50
|
25-30
|
80-90
|
80
|
||
2.
|
Sungkup
|
400x100x60
|
30
|
70
|
|||
3.
|
Paranet
|
400x100x15
|
25-50
|
70
|
|||
4.
|
Pengerasan
|
400x100x15
|
75
|
80
|
|||
Sumber : peneliti
m.nasir di HPH Najmussalam Plimbang 1998
B. pembahasan
·
Cara kerja stek maupun cangkok
sebenarnya adalah menumbuhkan akar sebagai serapan nutrisi pada bagian yang
diinginkan. Metode ini hampir semua tanaman yang mempunyai batang keras atau berkayu
bisa melakukannya namun dengan karakter yang berbeda.
·
Metode stek merupakan cara
yang paling mudah untuk dilakukan sebab tidak perlu persiapan yang panjang
selain itu alat yang digunakan juga tidak terlalu rumit.
·
Tanda
berhasilnya proses stek bisa dilihat dari kondisi daun selama satu hingga dua
minggu. Bila terlihat tetap segar bahkan tumbuh tunas baru berarti stek
berhasil dan tutup plastik bisa dilepas. Cara stek ini mempunyai kelebihan
cepat dan mudah namun keberhasilan proses ini masih mempunyai
keberhasilan hingga 90%. Jadi masih ada kemungkinan 10 persen tidak berhasil.
·
Untuk
meminimalkan kegagalan usahakan saat melakukan pemotongan stek dipastikan pohon
dalam keadaan sehat. Selain itu batang juga harus sudah tua supaya pertumbuhan
akar bisa maksimal. Yang tak kalah penting adalah untuk menjaga kelembaban
dengan menempatkan di tempat yang tidak terkena sinar matahari.
·
Faktor lingkungan yang berpengaruh
dalam keberhasilan stek tanaman adalah:
·
1.
Kelembaban.
·
Matinya
batang stek akibat pengeringan sebelum pengakaran, merupakan salah satu
kegagalan yang sering terjadi dalam pembuatan stek. Tanpa akar yang terbentuk,
setek mudah kekurangan air dan daun akan tetap bertranspirasi sehingga
kehilangan air. Dalam prakteknya, daun dapat dipotong untuk mengurangi
transpirasi. Penggunaan pengkabutan dalam lingkungan stek dapat mengatasi
masalah ini, bahkan dalam keadaan itu stek dapat siberi cahaya, sehingga
fotosintesis dapat berlangsung.
·
2.
Suhu
·
Lingkunagn
tempat stek berada harus diatur untuk mengurangi transpirasi dan
respirasi. Suhu siang 21⁰- 27⁰C dan suhu malam 16⁰- 21⁰C
merupakan suhu optimum untuk pengakaran stek tanaman.
·
3. Cahaya
·
Cahaya
nampaknya menghambat pengakaran. Stek batang terna dan batang lunak secara
tidak langsung resposif terhadap cahaya dalam peranannya dalam sintesis
karbohidrat. Stek batang keras berakar lebih baik di tempat gelap. Perangsangan
pengakaran juga dapat tercapai dengan pembungkusan batang agar ber-etiolasi.
·
4. Media Penakaran.
·
Media pengakaran harus dapat memberikan kelembaban dan
oksigen cukup dan harus bebas penyakit, tidak perlu media berisi nutrisi hara,
sampai akar telah terbentuk. Medium dapat berpengaruh kepada persentase stek
yang berakar dan tipe akar yang terbentuk. Berbagai campuran seperti tanah,
pasir, gambut dan bahan-bahan anorganik seperti vermikulit dan perlit telah
banyak digunakan. Perlit digunakan sendiri atau kombinasi dengan gambut cukup
efektif karena sifat daya pegang airnya. Pasir/arang sekam atau air saja juga
cukup memuaskan untuk stek yang mudah berakar.
Bahan
stek yang berupa pucuk dapat diperoleh dari terubusan, bibit, atau kebun
pangkas. Sumber setek tersebut hendaknya dari pohon yang berkualitas bagus atau
klon tepilih. Perlu diketahui, klon adalah sekumpulan pohon atau bibit yang
berkualitas genetik (kualitas yang diturunkan dari induknya sama persis, karena
merupakan hasil perbanyakan vegetatif (pembibitan tidak menggunakan benih) dari
satu batang pohon. Pembibitan untuk memperbanyak klon dilakukan melalui setek,
cangkok, okulasi, atau kultur jaringan
Guna
memilih dan menyiapkan bahan tanaman untuk setek perlu diperhatikan hal-hal
berikut :
Bahan
stek berupa pucuk yang berumur 2-3 minggu yang memiliki ciri-ciri: batang masih
berbulu, agak silindris, warna hijau cerah, memiliki tiga pasang daun, panjang
antara 5-7 cm. Pilihlah pucuk yang tumbuh tegak ke atas (tunas orthotroph),
hindari tunas yang tumbuh menyamping. Setelah pucuk diambil, tiap helai daun
dipotong dan disisakan 1/3 nya.
Pangkal
stek pucuk dipotong miring dengan pisau tajam (cutter). Pangkal setek
dicelupkan dalam larutan Indole Butyric Acid (IBA) selama 5-10 menit.
Konsentrasi IBA yang dipakai adalah 0,02 gr IBA yang dilarutkan dalam sekitar 2
sendok NaOH atau alkohol kemudian dicampur air menjadi 1 liter. Untuk menanam
stek maka perlu disiapkan media yang berupa campuran pasir, kompos dan tanah
lapisan atas dengan perbandingan 2:3:1, yang dimasukkan ke dalam polibag
berukuran 10x15 cm. Polibag sebaiknya bening (tembus pandang) agar dapat
diketahui jika akar telah tumbuh. Kemudian, polibag ditata di dalam bedeng
berupa tanah rata yang tidak tergenang air jika bibit disiram. Bedeng semai
sebaiknya berada pada area yang ternaungi (di bawah tegakan atau
paranet/shading net)
Agar
pangkal stek tidak terluka ketika ditanam maka media dalam polibag dilubangi
terlebih dahulu dengan menggunakan ranting. Stek yang telah dicelupkan dalam
larutan IBA ditanam pada lubang tesebut. langkah berikutnya, media disiram
dengan air. Bedeng setek ditutupi sungkup plastik dengan ketinggian sungkup 1/2
m.
- Buat rangka sungkup dari bambu,
kemudian polibag ditata di dalamnya
- Kedua ujung rangka ditutup rapat
dengan plastik
- Tutup dengan plastik yang bisa
dibuka tutup
- Sungkup plastik transparan yang
tertutup rapat dapat menjaga kelembaban bedeng stek tetap tinggi
Kondisi lingkungan yang baik untuk
perakaran stek jati adalah : kelembaban di atas 80% dan suhu berkisar antara
24-32 C Selama
pemeliharaan, penyiraman dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore
hari. Jika terjadi gejala adanya serangan jamur, semprot setek dengan fungisida
(racun pembasmi jamur). Sebelum ditanam di lapangan, stek harus secara bertahap
dibiasakan untuk hidup di lingkungan kering dan terbuka yang berbeda dengan
kondisi di sungkup. Caranya adalah :
Stek
yang berakar dipisahkan dan dikumpulkan dalam satu bedeng tersendiri. Bedeng
ini masih beradapada area ternaungi. Stek yang belum berakar juga dikumpulkan
dalam bedeng lainnya untuk dilanjutkan proses perakarannya. Stek yang
berakar dibiarkan beradaptasi pada bedeng yang baru dengan sungkup tertutup
selama 3 hari. Sungkup dibuka secara bertahap diawali dengan dibuka 10 cm.
Setiap hari sungkup dibuka lebih lebar + 10 cm, terus menerus hingga pada
umur 2 minggu sungkup telah terbuka penuh. Biarkan bibit stek lanjutnya bibit
hasil biakan stek ini dipindah ke area terbuka hingga siap tanam
. BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Meranti dapat dibudidayakan dengan cara persemaian atau juga
pembibitan secara vegatatif. Pada proses pembibitan, beberapa tahap yang harus
dilewati adalah pembangunan persemaian, persiapan lahan, penyemaian benih,
penyapihan bibit, dan pemeliharaan bibit. Dapat disimpulkan bahwa pengadaan bibit stek pucuk jenis Meranti merah (Shorea leprosula) Famili Dipterocarpaseae, dipersemaian Gunung
Bunga telah banyak menimbulkan dampak positif terutama pada penyediaan jumlah
bibit yang cukup maksimal, jika menunggu benih tumbuh secara alami mungkin
harus menuggu beberapa tahun sampai pohon-pohon induk yang tertinggal dapat
menyebarkan benih-benih baru. Dengan diadakanya pengadaan jenis stek pucuk yg
diambil dari kebun pangkas telah banyak membantu mempercepat penanggulangan
terhadap areal yang kosong akibat bekas tebangan atau akibat kerusakan lainnya.
Untuk pengolahan stek pucuk ini juga telah melakukan beberapa penyeleksian
terhadap pucuk yang akan dipangkas sampai pada tahap selanjutnya sampai pada
saat semai siap tanam hingga jenis bibit yang dihasilkan cukup baik.
5.2.SARAN
1.
Sebelum
berangkat harus sudah menyusun rencana kegiatan terlebih dahulu sehingga tidak
mengalami kesulitan.
2.
diharapkan
mempersiapkan materi yang berkaitan dengan kegiatan pembibitan.
3.
Untuk
perusahaan agar dapat mengikutsertakan dalam kegiatan persemaian agar lebih
banyak pengalaman yang di peroleh
DAFTAR
PUSTAKA
Suprapto,
Budidaya dan Pengolahan Sorgum, Penebar Swadaya, Jakarta: 1987
Yasman, I, Manual Persemaian
Dipterocarpaceae, Tropenbos International, Jakarta: 2002
Anonim.
1995.Sistem Stek Dipterocarpaceae, Kehutanan Indonesia No. 6 tahun1994/1995.
Jakarta: Departemen Kehutanan. p 18.
Adriyanti,
D.W, A. Subiakto, Kumala. 2005. Shorea
leprosula Miq. Informasi Jenis
No.
001/ITTO-PD41/05. Proyek ITTO PD 41/00 Rev. 3 (F,M). Fakultas
Kehutanan Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Ashton, P.S. 1982. Flora
Malesiana. Series I-Spermatophyta.
Flowering Plants. Vol 9,
Part 2. Dipterocarpaceae.
Departemen Kehutanan. 1993. Pedoman
dan Petunjuk Teknis Tebang Pilih Tanam
Indonesia
(TPTI) Pada Hutan Alam Daratan.
Departemen Kehutanan,
Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. Jakarta.\
Omon,R.M, A.F. Mas’ud, dan Harbangung, 1989. Pengaruh
Media Padat dan Rootone-F terhadap Pertumbuhan
akar Stek Batang Shorea cf. Polyandra.
Buletin Penelitian Kehutanan Vol.5
No.3. Balai Penelitian Kehutanan
Pematang
Siantar.P.195-202.
Harahap RMS. 1972. Percobaan Orientasi Vegetatif Beberapa Jenis
Pohon. Laporan LPH
No. 155. Bogor : Lembaga Penelitian Hutan.
Pudjiono, S. 1996. Dasar-dasar Umum Pembuatan Stek Pohon
Hutan. Informasi Teknis No.1/1996. Balai Penelitian dan
Pengembangan Pemuliaan Benih Tanaman
Hutan.
Yogyakarta.
Subiakto, A., dan Sakai, C. 2007. Pedoman Pembuatan Stek
Pucuk Meranti ”KOFFCO
System”. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Bogor.
Sutarno,
H. Dan Riswan, S. 1997. Seri Pengembangan Prosea 5 (2).3 Latihan
Mengenal
Pohon Hutan : Kunci Identifikasi dan
Fakta Jenis. Yayasan
Prosea Indonesia. Bogor.
Soekotjo,
dan Subiakto, A. 2005. Petunjuk Teknis Dipterocarpa. ITTO PD 41/00 Rev.
3 (F,M). Yogyakarta
Sutarno,
H. Dan Riswan, S. 1997. Seri Pengembangan Prosea 5 (2).3 Latihan
Mengenal
Pohon Hutan : Kunci Identifikasi dan
Fakta Jenis. Yayasan
Prosea Indonesia. Bogor.
Yasman,
I. Dan W.T.M. Smits. 1988. Metode Pembuatan Stek Dipterocarpaceae. Penerbit
Asosiasi Panel Kayu Indonesia.
0 Komentar untuk "Tehnik Pembibitan Dengan Steck Pucuk Meranti Merah (Shorea leprosula) "